Metabolit
sekunder merupakan senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan
organisme dan disintesis dalam jumlah sedikit namun peranannya sangat vital.
Metabolit sekunder banyak ditemukan dalam bentuk yang berbeda-beda jenis antara
spesies yang satu dan lainnya. Sedangkan senyawa metabolit primer adalah
senyawa yang dihasilkan oleh makhluk hidup dan bersifat essensial bagi proses
metabolisme selnya dan disintesis secara terus menerus. Senyawa metabolit
sekunder dikelompokkan menjadi 4 kelompok makromolekul yaitu karbohidrat,
protein, lipid, dan asam nukleat
Perbedaan
senyawa metabolit sekunder dan metabolit primer terletak pada waktu
sintesisnya. Senyawa metabolit sekunder tidak selalu dihasilkan, akan tetapi hanya
disintesis pada saat-saat tertentu saja. Sedangkan senyawa metabolit primer
disintesis setiap saat untuk kelangsungan hidup tumbuhan.
Fungsi
dari metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan, sebagai contohnya untuk mengatasi hama
dan penyakit, maupun untuk menarik polinator saat penyerbukan bunga. Sedangkan Fungsi metabolit
sekunder bagi manusia umumnya digunakan sebagai obat bahan kimia campuran untuk
membuat produk bernilai jual.
Kandungan
kimia tembakau yang sudah teridentifikasi jumlahnya hingga 2.500 komponen. Metabolit
sekunder pada tembakau menurut Samsuri (2009) yaitu Nikotin
(β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine), resin dan minyak atsiri, asam-asam organik
(seperti asam oksalat, asam sitrat, dan asam malat), dan karotin. Selain itu
tembakau juga menghasilkan metabolit sekunder seperti Formaldehid, Amoniak,
Asam Sianida, Piridin, Etanol, Eugenol (Anonim, 2009).
Manfaat
dari analisis metabolit sekunder pada Tembakau yaitu untuk mengidentifikasi
kandungan-kandungan metabolit sekunder pada tembakau yang ditanam secara in
vitro maupun ex vitro.
Metabolit
sekunder merupakan senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan
organisme dan disintesis dalam jumlah sedikit untuk memepertahankan diri dari
perubahan lingkungan sekitar.
Senyawa
metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu :
·
Terpenoid. Terpenoid
mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam
mevalonat. Contoh dari terpenoid yaitu monoterpena, seskuiterepena, diterpena, triterpena,
dan polimer terpena.
·
Fenolik, senyawa
ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzena, hidrogen, dan
oksigen dalam struktur kimianya. Contohnya asam fenolat, kumarina, lignin,
flavonoid, dan tanin.
·
Kelompok
metabolit sekunder yang lain yaitu senyawa yang mengandung nitrogen. Contoh
dari kelompok yang mengandung nitrogen adalah alkaloid dan glukosinolat.
Struktur
penghasil metabolit sekunder terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1. Jaringan Rekresi adalah jaringan yang mengeluarkan senyawa yang
belum melewati proses metabolisme. Jaringan ini terdiri dari hidatoda dan
kelenjar garam. Hidatoda merupakan struktur yang mengeluarkan air dari mesofil
ke permukaan daun. Sedangkan kelenjar garam berfungsi untuk mengeluarkan garam
yang terserap.
2. Jaringan Ekskresi merupakan jaringan yang terdapat di permukaan
tubuh. Jaringan ini terdiri dari :
-
Rambut kelenjar
dan kelenjar. Terdapat pada bagian trikoma. Fungsi rambut kelenjar adalah
menyaring zat-zat ekskresi misalnya minyak atsiri dan mengatur pengeluaran
ekskresi lewat plasma sedangkan kelenjar berfungsi untuk penghasil lendir.
-
Kelenjar madu.
Umunya terdapat pada bagian bunga, merupakan kelenjar di bagian pangkal.
Bentuknya berupa tonjolan yang terdiri dari banyak sel diatasnya memiliki
plasma yang kental.
-
Osmofora adalah
kelenjar yang menghasilkan minyak menguap pada bagian-bagian bunga.
3.
Jaringan Sekresi (Kelenjar Internal)
Pada tumbuhan terdapat struktur sekresi khusus yang berupa sel atau
sekelompok sel mensekresikan senyawa-senyawa tertentu yang tidak dikeluarkan
dari tubuh. Berdasarkan tempat penyimpanan materi yang akan disekresikan, sel
penghasil metabolit sekunder terdiri dari 2 macam, yaitu :
a. Sekresi intraseluler. Sekresi yang menyekresikan materinya di dalam sel. Salah satu contohnya yaitu Idioblas sel. Idioblas sel merupakan
sel yang terspesialisasi untuk menyimpan senyawa metabolit. Sel idioblas sedikit
berbeda dibandingkan dengan sel-sel di sekitarnya, tersusun tunggal atau dalam
barisan yang panjang misalnya latisifer, litosis pada ficus. Idioblas dapat
mengandung resin, tannin, lendir, kristal, minyak dll (Kimeni,
2012).
b. Sekresi ekstraseluler. Sekresi
ekstraseluler
adalah materi disekresikan ke luar sel. Struktur sekresi ekstraseluler dapat terbentuk
secara schizogenous atau lysigenous. Kehadiran sel epitel dapat digunakan
sebagai penanda asal mula pembentukan struktur sekresi secara skizogen. Kantung
sekresi yang terbentuk secara lisigen tidak akan memiliki sel epitel sebagai
pembatasnya, karena kantung/saluran terbentuk secara lisis (Kimeni, 2012). Sekresi
extraseluler dibagi menjadi dua yaitu:
–
Sekresi
endogen. Akumulasi
materi untuk sekresi terjadi di ruang antar sel.
–
Sekresi
eksogen. Materi
disekresikan keluar dari tumbuhan dan terjadi dalam berbagai struktur sekretori
epidermal.
Metabolit sekunder
pada tembakau yaitu : Nikotin
(β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine), resin, minyak Atsiri, asam-asam organik
(seperti asam oksalat, asam sitrat, dan asam malat), dan karotin (Samsuri,
2009). Selain itu tembakau juga menghasilkan metabolit sekunder seperti
Formaldehid, Amoniak, Asam Sianida, Piridin, Etanol, Eugenol (Anonim, 2009).
Reagen-reagen yang digunakan yaitu reagen Dragendorff untuk
mengetahui kandungan alkaloid dan reagen Liebermann-Buchard untuk mengetahui
kandungan terpenoid pada uji kolorimetri. Reagen lain yang digunakan adalah
reagen Jefferey untuk pengujian alkaloid, dan reagen neutral red untuk pengujian terpenoid untuk uji histokimia.
Analisis cara kolorimetri dengan prinsip kerja yaitu perbandingan
warna larutan yang konsentrasinya tidak diketahui, dengan larutan standar yaitu
larutan yang diketahui konsentrasinya. Kolorimetri merupakan suatu metoda
analisa kimia yang didasarkan pada tercapainya kesamaan besaran warna antara
larutan sampel dengan larutan standar dengan menggunakan sumber cahaya
polikromatis dan detektor mata. Metoda ini didasarkan pada penyerapan cahaya
tampak dan energi radiasi lainnya oleh suatu larutan. Analisis dengan cara
histokimia memiliki prinsip kerja yaitu dengan menggunakan pereaksi
spesifik agar zat-zat metabolit sekunder yang berada dalam sel latisifer akan
memberikan warna tertentu. Warna tersebut juga dapat dikarenakan oleh pH reagen
yang sangat rendah sehingga mempermudah sel latisifer berikatan dengan reagen.
Dengan perubahan warna tersebut maka keberadaan metabolit dapat dengan mudah
dideteksi.
Tanaman kentang
Bahan percobaan kali ini yang digunakan adalah tembakau in vitro
maupun ex vitro. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) termasuk dalam Divisi
Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Solanales,
Famili Solanaceae, Genus Nicotiana, dan Spesies Nicotiana tabacum L.. Tembakau
telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke
Amerika Utara memopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang.
Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bagian selatan.
Setelah Perang Saudara Amerika Serikat, perubahan dalam permintaan dan tenaga
kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat
berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi
ilmiah pada pertengahan abad ke-20.
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian dari beberapa eksplan
yaitu kalus, daun in vitro maupun ex vitro, dan akar in vitro maupun ex vitro
melalui kolorimetri, histokimia, dan kromatografi lapis tipis. Dari pengamatan
terhadap eksplan kalus didapatkan bahwa kalus mengandung alkaloid dan terpenoid
dalam uji Histokimia. Sedangkan pada daun in vitro didapatkan hasil positif
pada pada uji terpenoid maupun alkaloid melalui kolorimetri. Sedangkan pada uji
Histokimia keduanya menghasilkan positif mengandung alkaloid dan terpenoid.
Pada pengujian akar in vitro didapatkan hasil negatif pada terpenoid dan
positif pada alkaloid melalui uji kolorimetri. Untuk pengujian daun ex vitro
secara kolorimetri didapatkan hasil positif pada terpenoid maupun alkaloid. Selanjutnya,
pada pengujian akar ex vitro secara kolorimetri didapatkan hasil negatif untuk
terpenoid dan positif untuk alkaloid.
Dari semua eksplan yang diuji melalui kolorimetri, semua mengandung
alkaloid. Sedangkan untuk terpenoid, akar in vitro maupun ex vitro menghasilkan
hasil uji yang negatif dan lainnya menghasilkan hasil uji yang positif.
Berdasarkan perubahan warna pada uji kolorimetri dapat ditentukan
kadar terpenoid dan alkaloid dalam ekstrak. Kadar terpenoid pada daun ex vitro
lebih banyak daripada kadar terpenoid pada daun in vitro. Hal ini dapat dilihat
dari kepekatan warna dari larutan uji. Sedangkan pada uji alkaloid, eksplan
yang paling banyak mengandung alkaloid yaitu akar in vitro yang warna orangenya
cukup pekat. Urutan kadar alkaloid setelahnya yaitu akar in vitro, daun ex
vitro dan daun in vitro.
Konsentrasi alkaloid pada akar akan menunjukkan hasil tertinggi
untuk tanaman bergenus Nicotiana karena alkaloid diproduksi dengan
jumlah tertinggi pada akar namun secara cepat akan di translokasi ke bagian
tumbuhan lainnya.
Metabolit sekunder dengan konsentrasi terbanyak terdapat pada
eksplan akar in vitro, hal ini diduga karena nutrisi yang diberikan pada akar
in vitro sudah cukup baik dan tidak adanya pengaruh cahaya matahari secara
langsung karena beberapa metabolit sekunder akan menguap jika terpapar cahaya
matahari secara langsung. Sehingga untuk memproduksi metabolit sekunder dari
tumbuhan Nicotiana tabacum lebih baik digunakan kultur akar sehingga
produksinya optimal.
Dari hasil pengamatan histokimia kalus tembakau diperoleh data
bahwa pada kalus tembakau terdapat terpenoid dan alkaloid dengan berubahnya
warna pada sel laticifer yang terlihat dibawah mikroskop. Pada hasil uji
histokimia daun invitro diperoleh hasil positif namun perbedaan dengan eksplan
kalus adalah persebaran sel laticifer. Pada kalus laticifer tersebar secara
merata di seluruh permukaan kalus, sedangkan pada daun terpusat pada bagian tertentu
saja. Dari hasil percobaan ini diperoleh kesimpulan bahwa eksplan terbaik untuk
memproduksi metabolit sekunder alkaloid dan terpenoid adalah menggunakan
eksplan kalus.
Pada uji histokimia ditemukan beberapa latisifer. Latisifer merupakan
suatu struktur sekresi yang ada pada tumbuhan yang terdiri atas sel atau
deretan sel yang berisi cairan yang mempunyai karakteristik tertentu yang
disebut lateks. Berdasarkan strukturnya, latisifer dikelompokkan menjadi dua
kelas utama, yaitu latisifer beruas dan latisifer tak beruas. Latisifer beruas
terdiri atas deretan memanjang sel yang berhubungan satu sama lain, dan dinding
pemisah antara sel-sel dalam deretan tersebut berlubang, atau hilang sama
sekali. Latisifer beruas ada yang beranastomosis dan ada yang tidak
beranastomosis. Latisifer yang beranastomosis, yaitu latisifer yang
berdampingan letaknya, saling berhubungan melalui celah dinding lateral.
Latisifer yang tak beruas, yaitu latisifer yang berasal dari satu sel, tumbuh
memanjang melebihi sel sekitarnya. Latisifer tak beruas ada yang bercabang,
misalnya pada Ficus carica, dan ada yang tak bercabang.
Dari uji kromatografi lapis tipis pada nikotin standar didapatkan
nilai Rf sebesar 0,468. Sedangkan pada pengujian daun in vitro didiapatkan 2
buah nilai yaitu 0,489; 0,659. Nilai 0,489 cukup mendekati nilai Rf dari
nikotin standar. Pada pengujian akar in vitro didapatkan nilai 0,51. Untuk
hasil kromatografi tipis daun ex vitro didapatkan 2 buah nilai yang berbeda
yaitu 0,425; 0,702. Untuk akar ex vitro didapatkan nilai sebesar 0,489 yang
juga cukup mendekati nikotin standar seperti daun in vitro.
Selain itu, dari hasil kromatografi dapat disimpulkan kadar
kandungan nikotin dari beberapa eksplan. Semakin dekat Rf eksplan dari Rf nikotin
standar, maka semakin banyak kadar nikotin dalam eksplan. Dan sebaliknya,
semakin berbeda jauh dari rf nikotin standar, maka semakin sedikit kandungan
nikotin pada eksplan. Dari data Rf diketahui bahwa dalam daun in vitro dan akar
ex vitro mengandung nikotin paling banyak dibanding akar in vitro dan daun ex
vitro.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari uji lieberman Burchard
kandungan alkaloid terbanyak yaitu pada akar in vitro, sedangkan pada uji Dragendorff
kandungan terpenoid terbanyak pada daun ex vitro. Pada uji kromatografi lapis
tipis, kandungan nikotin paling bnayk terdapat pada daun in vitro dan akar ex
vitro.
Assalamualaikum , punten kang kalo di ITB menyediakan jasa uiji kadar minyak atsiri nilam ?
BalasHapusBiasanya ke UNPAD atau LIP
BalasHapus