Tampilkan postingan dengan label bioengineering. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bioengineering. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Oktober 2013

Belajar Bioethanol dari Brazil







Biofuel yang sudah dikembangkan sebagai substitusi BBM saat ini adalah biodiesel dan bioetanol. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif pengganti solar, sedangkan bioetanol adalah bahan bakar alternatif pengganti gasoline yang biasa disebut gasohol (campuran antara gasoline dan alkohol). Peranan kedua jenis bahan bakar alternatif ke depan akan sangat penting dalam mengatasi masalah krisis energi di Indonesia.

Biodiesel diproduksi dari bahan yang mengandung ester metil/etil asam-asam lemak. Pembuatan biodiesel yang paling umum adalah dengan proses methanolysis dan ethanolysis lemak atau minyak lemak. Produk biodiesel diantaranya minyak kelapa sawit atau CPO (Crude Palam Oil) , minyak pohon jarak pagar atau CJCO (Crude Jatropha Curcas Oil), minyak nyamplung, kacang, jagung, dan sebagainya (Chumaidi, 2008). Sedangkan bioetanol diproduksi dari tumbuhan penghasil karbohidrat seperti tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong, ubi jalar, dan tumbuhan lainnya melalui proses fermentasi glukosa dengan bantuan mikroorganisme (Sukur, 2012).

Brazil telah mengembangkan biofuel yang bersumber dari tebu sejak 1925 dengan dukungan penuh dari pemerintah. Dari seluruh produksi tebu, 50 % diantaranya digunakan untuk industri bioetanol, sedangkan sisanya untuk industri gula (ESDM, 2008). Pada 2005, konsumsi biofuel Brazil mencapai 13 miliar liter. Jumlah itu berarti mengurangi 40 % dari total kebutuhan bensin. Adapun produksi etanol tumbuh 8,9 % per tahun. Menurut catatan Uniao de Agroindustria Canavieira de Sao Paulo, agrobisnis tebu juga menyerap satu juta tenaga kerja dengan luas lahan 5,44 juta hektar (2004). Setiap tahun luas lahan tebu tumbuh 6 %, didorong oleh peningkatan permintaan dari industri pengolahan gula dan alkohol (Khudari, 2012).

Keberhasilan Brasil ini setidaknya disebabkan oleh empat hal yaitu kelembagaan, optimalisasi pasar domestik, dukungan finansial, serta dukungan lembaga riset. Dalam kelembagaan, perumusan kebijakan umum industri berbasis tebu berada di bawah wewenang Badan Pengembangan Gula dan Alkohol yang bertugas memformulasi kebijakan sektor gula dan alkohol untuk menciptakan produk yang berkualitas dan kompetitif. Optimalisasi pasar domestik dilakukan dengan kebijakan menetapkan range kadar alkohol yang dicampur dalam bensin yang dijual. Dukungan finansial dilakukan dengan memberikan kredit berbunga rendah kepada pengusaha dan petani yang mengembangkan energi terbarukan. Adapun dalam riset, The Brazilian Agriculture Research Corporation dituntut untuk melakukan berbagai penelitian dan pengembangan bidang bioteknologi dengan orientasi pada terciptanya proses produksi agrobisnis yang modern, efisien, dan kompetitif (Khudari, 2012). Konsistensi dan sinergitas pemerintah-swasta dalam mengembangkan biofuel ini pada gilirannya telah mengantarkan Brazil sebagai negara super power dunia di bidang pertanian dan energi terbarukan.

Sumber 

Minggu, 14 Juli 2013

Peminat-Daya Tampung ITB 2013-2014

Statistik jumlah pendaftar/peminat, daya tampung, dan rasio tingkat keketatan relatif (daya saing) masing-masing fakultas/sekolah di ITB berdasarkan data SNMPTN Undangan dan SBMPTN 2013. (Bukan Passing grade).
FTTM, SBM, SF, SAPPK, STEI, FTMD, FTSL, FSRD, FITB, FTI, FMIPA, SITH SAINS (Biologi, Mikrobiologi), SITH REKAYASA (Bioengineering/ Rekayasa Hayati, Teknik kehutanan, Teknik pertaian).
catatan : Data ini setiap tahun bisa berubah, jadi jangan takut walau tahun ini peminatnya banyak. Karena tahun depan mungkin saja jumlahnya turun karena pada takut jumlah peminat tahun ini. Good luck pejuang-pejuang yang ingin masuk ITB.



Bandingkan dengan statistik pada tahun 2012 berikut, semoga bisa memberi pencerahan bagi kalian yang haus ingin kuliah di ITB. Ini sudah termasuk SNMPTN Undangan dan SNMPTN Tulis.


Kamis, 06 Juni 2013

Minggu, 14 April 2013

Bioaugmentasi dalam Pengolahan Limbah




Bioaugmentasi merupakan proses penambahan produk bakteri ke dalam air limbah untuk menambah efisiensi proses biologis. Fermentasi merupakan salah satu bentuk dari bioaugmentasi. Fermentasi jus terpasteurisasi dapat diawali dengan penambahan sendimen dasar yang diperoleh dari proses batch anggur yang baik.

Kultur mikroba sekarang banyak digunakan dalam tempat pembuatan bir, perusahaan susu, tempat produksi obat-obatan dan industri-industri lainnya. Pengetahuan tentang organisme spesifik yang dapat tumbuh optimal pada kondisi tertentu dapat bermanfaat dalam menghasilkan produk ataupun hasil. Seperti contohnya, dengan pengguanaan kultur awalan yang berbeda, sebuah industri susu dapat memproduksi bermacam-macam produk keju dari produk susu yang sama.

Selain itu, kultur mikroba dapat berguna dalam proses pengolahan air limbah meskipun kondisi yang telah teridentifikasi dengan baik sangat jarang dilakukan dalam pengolahan limbah. Air limbah merupakan campuran material kompleks dan membutuhkan berbagai varietas kultur mikroba untuk pengolahan. Karena kondisi [ertumbuhan dari kultur ini sangat bervariasi, hasil yang dihasilkan dalam proses bioaugmentasi tidak dapat diprediksi dengan mudah.

Bubuk kering ataupun suspensi cair  merupakan hasil dari kebanyakan dari proses augmentasi. Beberapa produk dapat berbentuk sebuah pasta. Produk bubuk kering diproduksi kebanyakan dari proses pengeringan dengan udara. Lyophilization merupakan proses pengeringan pada kondisi dingin. Namun proses ini jarang digunakan karena biaya yang dibutuhkan cukup banyak dibanding dengan proses lainnya.

Suspendi cair diproduksi dengan pertumbuhan  bakteri dalam media cair dengan penambahan agen stabilisasi untuk mendukung kelangsungan hidup dari bakteri. Bubuk kering lebih stabil daripada suspensi cair.

Kebanyakan dari produk bioaugmentasi harus disimpan dalam temperatur antara 4 sampai 32 derajat celcius. Sedangkan produk kering dapat mengadsorp uap dengan cepat dan harus diisolasi dari lingkungan agar hal itu tidak terjadi. Untuk kebanyakan pasta disimpan dalam kulkas.

Kebanyakan dari produk efektif bioaugmentasi tidak akan mudah saat konsentrasi bakterinya tinggi. Industri dari produk bioaugmentasi bergantung pada bakteri dengan spesies yang berbeda-beda. Ada 2 genera bakteri yang umumnya ditemukan dalam produksi bioaugmentasi yaitu Pseudomonas dan Bacillus. Penggunaan produk bioaugmentasi dapat menjadi cukup murah apabila dalam proses pengolahannya berjalan secara efisien.

Pencernaan aerobik tersusun dari 2 proses yang berbeda, pada umumnya berhubungan dengan tahap pertama dan kedua. Proses tahap pertama yaitu proses pemecahan padatan dan produksi dari asam volatil. Proses tahap kedua yaitu konsumsi dari asam volatil oleh pasangan bakteri metanogenik dengan memproduksi metana dan gas karbondioksida. Jika dalam produk bioaugmentasi tidak mengandung bakteri metanogenik, produksi akan meningkat karena hasil asam volatil yang lebih banyak yang dapat dikonsumsi pada reaksi tahapan kedua.

Ada 2 genera bakteri yang mampu mengubah amonium menjadi nitrit dan mengubah nitrit menjadi nitrat yaitu Nitrosomonas dan Nitrobacter, tepatnya. Akan tetapi kehadiran 2 genera bakteri ini tidak menjamin proses nitrifikasi dapat berlangsung.

Berikut beberapa kondisi lingkungan yang mampu mempengaruhi proses nitrifikasi :
a. Konsentrasi substrat atau amonium sulfat.
b. Konsentrasi oksigen terlarut.
c. Konsentrasi alkalinitas bikarbonat.
d. Konsentrasi bakteri nitrifikasi.
e. Waktu tinggal hidraulik.
f. Temperatur limbah.

Banyak produk bioaugmentasi mengandung bakteri tanah yang termutasi. Pada kondisi alami, mutasi terjadi dalam tingkatan rendah. Prose mutasi ini dapat dipercepat melalui aplikasi dari spesifik teknik, hasilnya :
a. Tidak terlihat jelas perubahan dalam aktivitas mikroba.
b. Eliminasi dari aktivitas spesifik.
c. Reduksi dari aktivitas spesifik.
d. Kenaikan dari aktivitas spesifik.
e. Pembentukan dari aktivitas total terbaru, namun jarang terjadi.

Selasa, 12 Maret 2013

Latar Belakang, akreditasi, kurikulum Bioengineering ITB

Sumber : Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH ITB)



1.1       Body Of Knowledge


Dari segi keilmuannya, rekayasa hayati merupakan bidang interdisiplin yang mencakup: (1) pengetahuan dasar hayati, (2) pengetahuan dasar teknik, dan (3) aplikasi teknologi dalam perekayasaan berbasis sistem hayati. Pengetahuan Dasar Sains dan Teknologi, Matematika, Fisika, Kimia dan Konsep Biologi pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) akan membentuk bangunan keilmuan (Body of Knowledge) yang kuat pada kurikulum Prodi Rekayasa Hayati. Dengan dasar Body of Knowledge tersebut dapat disusun critical-path dari matakuliah-matakuliah pada Strata Sarjana, Magister dan Doktor (Gambar 1).





 


Gambar 1. Critical-path pada Strata Sarjana, Magister dan Doktor



1.2       Tantangan yang Dihadapi




Sampai satu atau dua dekade ke depan, diperkirakan ledakan jumlah penduduk dunia akan terus terjadi. Hal tersebut memicu bertambahnya konsumsi pangan, kesehatan dan energi.  Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penyediaan pangan, energi, kesehatan dan lingkungan. Tantangan-tantangan tersebut juga merupakan tantangan bagi Prodi Rekayasa Hayati untuk melahirkan dan menyiapkan lulusan-lulusan yang dapat ambil bagian dalam menyelesaikan masalah global tsb terkait dengan pemanfaatan materi hayati. Era kedepan adalah bioekonomi, oleh sebab itu basis hayati dan rekayasa mampu mengarahkan kerah bioekonomi. Selain itu, pengembangan pengetahuan sains dan rekayasa hayati harus terus dilakukan sesuai dengan tuntutan jaman.





Adapun latar belakang secara rinci terkait dengan tantangan tersebut adalah : 

a.       Penyediaan pangan masih merupakan persoalan di dunia. Salah satu persoalannya adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan hasil pertanian yang melimpah menjadi produk-produk makanan yang lebih tahan lama dengan nilai gizi yang tetap bahkan dapat ditingkatkan.

b.       Permasalahan lain adalah bagaimana kita dapat mengambil langkah yang lebih strategis dalam penyediaan pangan - melalui pembangunan industri-industri berbasis rekayasa hayati dengan cara-cara yang lebih ramah lingkungan. Industri-industri berbasis tumbuhan ini dapat meningkatkan produksi pangan, sandang, obat-obatan, dan bahan baku kosmetik.

c.        Di samping itu, pengembangan keilmuan rekayasa hayati dalam menghadapi tantangan dan permasalahan global juga akan menjadi prioritas yang harus dikembangkan sehingga basis penyelesian permasalahan-permasalahan yang akan datang di bidang terkait dengan bidang rekayasa hayati baik keilmuan ataupun aplikasi bisa diselesaikan dengan baik





1.3       Akreditasi atau Standar Kurikulum Acuan




ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology) adalah organisasi yang bertanggung jawab untuk memantau, menilai, dan mensertifikasi kualitas pendidikan di bidang ilmu terapan, komputasi, rekayasa dan teknologi di USA. Dengan adanya Washington Accord, yang saat ini telah disepakati oleh 14 negara, maka ABET juga dipercaya untuk memberikan penilaian akreditasi secara internasional.



1.4       Referensi


Dalam pembuatan kurikulum 2013 terdapat beberapa dokumen maupun web site yang diakses dan digunakan sebagai acuan. Berikut adalah dokumen dan web site yang digunakan sebagai acuan :

  1. Dokumen kurikulum Program Studi Rekayasa Hayati 2008
  2. Dokumen evaluasi kurikulum Program Studi Rekayasa Hayati 2012
  3. Dokumen Keputusan Senat Akademik Institut Teknologi Bandung Nomor : 11/Sk/I1-Sa/Ot/2012 Tentang Pedoman Kurikulum 2013 2018 Institut Teknologi Bandung
  4. Dokumen pedoman penyusunan kurikulum ITB 2013 - 2018
  5. Lembaga akreditasi internasional ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology). Criteria for Accrediting Engineering Programs, 2012 – 2013.
  6. http://depts.washington.edu/bioe/index.html
  7. http://www.asme.org/
  8. http://www.bioe.psu.edu/students/undergraduateStudentsOverview.html
  9. http://www.ucsd.edu/catalog/curric/BENG-ug.html

Jumat, 21 Desember 2012

Kunjungan Industri Prodi Bioengineering ITB ke Pabrik teh Walini

Pagi tadi dimulai dengan terburu-buru untuk menyelesaikan UAS Kapita selekta dalam Bioindustri yang dikerjain di 'rumah' masing-masing. UASnya sebenernya 'cuman' membuat bisnis plan sajo. Tapi memang kenyataannya memang ga semudah ngebalikin tangan kalau ngerjainnya. Mungkin pas waktu saya nulis cerita ini mungkin ada yang masih ngerjain baru 20%. Hehe.

Tadi tuh agak bingung juga, tugasnya terakhir dikumpulin hari ini jam 12 siang (walaupun ternyata saya salah dengar informasi, pengumpulannya jam 12 malam, cuma beda dikit tapi bisa membuat para deadliner kocar-kacir) sedangkan jam 6 pagi tadi harus segera berangkat Kunjungan Industri ke perusahaan teh Walini di Rancabali, kabupaten Bandung.

Sebenernya kemarin malem mau ngupload tugas, tapi 'cuman' kurang templatenya doang. Namanya juga Proposal harus dibuat sebagus mungkin (penulisnya minta digampar, lebay sih). Sebenernya juga, sudah dapat template buat proposal, tapi keliatannya belum cocok jadi pengen nyari lagi. Sampe jam 23.30 pun belum dapet, walaupun 400an gambar dari google sudah dicari. Ga da template yang cocok. Akhirnya diputuskan untuk men'delay' tugas untuk dikerjain besok pagi dan berharap bangun pagi. 

Ternyata and ternyata, hotspot kampus yang ada di asrama mati, walaupun kenyataannya laptop ini yang mengatur hotspotnya mati dan baru tadi di setting ulang dan akhirnya bisa hotspottan.

Kembali ke awal, pagi tadi keburu-buru cuma tinggal ngupload. Entah kenapa modem temen juga tiba-tiba ga bisa dipakai. Terus nyoba nyari ke kamar sebelah nyari modem yang bisa di pinjem dan kenyataannya ga mau connect-connect terus. Ini nih Cobaan bagi para deadliner.

Di kamar sebelah pun juga cepat-cepat nyelesaiin tugas UAS.
"Sepertinya perlu dibuat Who Wants to be Deadliner nih." kata salah satu temenku yang namanya disamarkan, hehe.

"Ntar pertanyaannya, 'Jika 3 jam lagi pengumpulan terakhir UAS, apa yang kamu lakukan?' "
"a. panik
b. cepet-cepet ngerjain
c. ngerjain 1 jam terakhir sebelum pengumpulan
d. sms dosen minta diundur batas waktu pengumpulannya
e. ga usah ngumpulin."

Lucu banget lah kalau benar-benar ada Who Wants to be Deadliner. Siapa yang paling ekstrim, dialah pemenangnya. Karena hal yang mainstream (ngerjain tepat waktu) adalah sudah biasa. hehe. Bisa ngomong gini karena udah liburan, kalau masih kuliah ya ga berani.

Pagi, jam 06.30 pun akhirnya Bus berangkat dengan membawa sebagian anak BE 2010 dan BE 2011. Di sela-sela perjalanan, muncullah ide untuk membuat tebak-tebakan lucu lagi. Udah deh, perut udah sakit nih. Seneng banget bisa menjadi keluarga BE 2010 dan SITH 2010. Mereka keluarga baru yang sangat hebat, bermacam-macam orang yang asik berkumpul disini semua. HEHE.

***

Jam 9.45 kalau ga salah kami sampai di Ranca Bali kecamatan Patenggang. Disana kemudian diajak di sebuah ruangan yang sudah berisi banyak tempat duduk dan kemudian dijelasin proses-proses cara produksi teh. Disana kami disediakan bermacam-macam rasa teh Walini. Dan aku mengambil teh yang rasanya Blackcurrant. Yang masih belum aku percaya tuh dalil 'semakin pahit tehnya, maka kualitasnya semakin bagus'. Huh, bener ga sih. Percaya aja deh, mungkin benar walau mungkin juga salah.

Setelah itu, kami dibawa masuk ke ruang produksi teh. Bau tehnya agak gimana gitu, hehe. Di tempat ini terjadi pemrosesan hingga pengepakan dan siap dijual ataupun di ekspor.

Di dalam pabriknya seperti angker-angker gitu, paling kalau malem-malem kesitu siap-siap aja disapa oleh sesuatu, hehe. Bangunannya kuno banget, lantainya masih kayu seperti laboratorium 'mistis' Biokimia di gedung Kimia ITB Bandung.




Setelah keliling dengan bau-bau teh yang menyengat, kami pun pergi ke masjid untuk salat Jumat. Beruntungnya kutbahnya pake bahasa sunda semua. Asik, ndengerin kutbah sekalian belajar bahasa sunda. untung kosakata bahasa sunda hampir mirip dengan kosakata bahasa jawa, tapi bahasa jawa kuno yang biasa dipake maknain kitab di pondok pesantren gitu. Bukan bahasa jawa abal-abal anak jaman sekarang. Hehe.

Setelah itu, pengen banget ngedokum lingkungan sekitar sana yang masih hijau-hijau. Belum terjamah kota sedikitpun. Di sana pokoknya kampung banget, harus menempuh kira-kira 1 jam sebelum sampe ke jalan gedhe n lurus.

Ini foto rumah penduduk sana yang masih pedesaan banget, kampung tenan poko.e. Lihat tuh, pagarnya cuman pake bambu, paling kalau dikota akan sering kecurian kalau pagarnya cuma bambu yang tingginya cuma 1 meter.

Ini semak-semak di sekitar sana yang aku temui. Sebenernya pengen ngefoto kabut yang menyelimuti gunung, tapi kamera hp-nya cuma 2MP doang jadi ga jelas mana kabut mana gunung. Hehe.

Ini nih, pokoknya kampung banget deh rumah-rumahnya. Di sekitarnya tuh nanem tumbuhan Seterobebeberri.

Ini apa sih namanya, hehe?

Ini juga sama aja -___-

Ini nih kebun Seterobebeberri milik warga disana, buahnya dah habis. Mungkin baru saja habis dipetik.

Ini nih kebun teh di Rancabali sana. Luas banget kebun tehnya.

Ini juga niatnya ngefoto kabut.

kalau ini pengen ngefoto pohon yang tunas barunya berwarna merah muda. Unyu banget pokoknya.


Kalau ini adalah kandang rusa dan angsa di sebelah pabrik teh.

Ini rusanya lagi pose karena mau difoto.

Dan yang terakhir, Bioengineering angkatan 2010 dan 2011 di ajak keliling kebun teh yang luasnya minta ampun. Disana kami poto-poto ga jelas.

Inilah kami, angkatan pertama dan kedua BIOENGINEERING INDONESIA. Kami ada untuk Indonesia, hehe. Semangat ya BE 2010 dan BE 2011, kita adalah pioneer di Indonesia.

Ahmad Syamsu Rizal/MAN KOTA KEDIRI 3

Jumat, 21 September 2012

Aku bukan anak Biologi?

Aku baru merasakan sebagai anak biologi itu kemarin pas hari kamis lalu. Entahlah, aku selama kuliah dua tahun di ITB belum pernah 'merasa' bahwa aku anak Biologi. Padahal aku anak Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH).

Selama dua tahun sepertinya memang hanya belajar pelajaran Engineeringnya, karena memang aku jurusan Bioengineering. Kata 'Bio'nya seakan ketinggalan gitu. Selama ini hanya merasa belajar fisika, kimia, matematika saja. Pelajaran Biologinya kurang ngena.

Aku baru merasakan sebagai anak Biologi tuh ketika kemarin pas praktikum kultur invitro. Walau ga se-wah anak-anak jurusan Biologi, tapi yang aku rasakan tuh kerasa banget aroma biologinya.

Mungkin inilah yang disebuh mahasiswa teknik, semua yang dibahas adalah aliran energi, hukum termodinamika, neraca massa, kekekalan massa. Apalagi semester ini mempelajari pelajaran Ekonomi teknik. Jiah, anak IPA belajar ekonomi, mumet dah. Membahas tentang bunga lagi, the Value of money juga tuh. Apalagi mempelajari bunga berbunga, seperti bank aja. tapi semoga ga dosa karena belajar tentang 'riba' (kata temen-temen sih). Semoga yang aku dapatin adalah ilmunya bukan ribanya.

Kembali ke pembahasan awal, awalnya saat kuliah kultur invitro kami dibagi perkelompok. entah kenapa gara-gara duduk di depan, ga dapet kelompok dah. baru hari ini aku merasakan bahwa orang yang duduk di depan diabaikan. Padahal dimana-mana yang diurus itu yang paling depan, malah yang duduk di bangku depan malah dilupakan, parah deh. hoho......

kami dibagi menjadi tiga sift, aku mendapat sift diskusi. Seperti kebiasaan, menjadi pendengar setia deh. Jangan ditanya.

habis diskusi inilah, aku baru merasakan benar-benar menjadi anak biologi. lebay. Karena inilah pertama kali praktikum biologi, sebelumnya cuma merasakan panasnya materi dari buku tebel-tebel. Apalagi temen-temen dari mikro dan biologi, setiap minggunya praktikum biologi sebanyak 3-5 kali. Sedangkan anak-anak Bioengineering belum pernah praktikum yang berbasis pelajaran biologi, itulah mengapa aku belum merasakan bahwa aku anak biologi. Apalagi anak Biologi sama Mikrobiologi kalau sudah berkutat dengan laporan selalu seperti lupa segalanya. Aku hanya geleng-geleng ketika mereka mengerjakan jurnal dan laporang yang bertumpuk tumpuk. Hingga tidurnya hanya tiga jam dalam sehari. Apalagi statusnya yang menandakan betapa beratnya kehidupan menjadi anak biologi dan mikrobiologi. Sedangkan bioengineering Praktikumnya pun hanya praktikum Kimia Organik dan Biokimia yang dasarnya adalah pelajaran kimia. Lebih kerasa tekniknya.....

Yang paling mendebarkan yaitu saat akan meng subkultur dari kultur yang masih steril. kami diharuskan untuk menanam kultur dalam media agar yang jumlahnya tiga botol. Yang paling susah itu agar kulturnya tidak terKONTAminasi. Soalnya nilai praktikum ditentukan oleh ketiga botol itu. Kalau ketiganya terKONTAminasi, maka dapat disimpulkan bakal dapet nilai 0, ataupun lebih bagus dikitan dari 0. naudzubillah deh. Semoga ketiganya harus steril. Apalagi kami kerjanya di ruang steril, kalau ga steril kulturnya dapat dipastikan bahwa kami ceroboh. Bismillah semoga ga samapai KONTA..........

Status adik2 biologi n mikro... (Punten ya aing pos di blok ie)

"fix 3 laporan 1 buku bung..." (sabar yak)
"haruskah mengulang??? nulisnya???" (Hadeuh, ngulang menulis laporan yah. Katanya ndak boleh pake tipe-X. kalau salah harus bikin laporan dari awal.... lieur euy)

"di sini, tertidur adalah suatu kesalahan besar!!" (mengenaskan deh ini mah)

"And I'm getting a lot of Drosophilas,.
They're just looking so pretty LOL. I got three bottles of them though. (I meant I got three medium bottles to nurture & grow them). Just can't barely wait to see their eggs and even their larvas >.< LOLOL" (hahahaha....)
"Kenangan tugas Bisismik tahun lalu. :-) Tiga jenis mikroba favorit saya. (Saking cintanya sama mikroba #peace)

Kalau sedang sibuk-sibuknya, mereka pasti kencan di malam mingguan bersama jurnal. tidakkkk.....

Ini kerjaan mereka...
Sumber : https://fbcdn-sphotos-b-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash4/384238_3165766241370_1299357620_n.jpg


Sumber : https://fbcdn-sphotos-e-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash4/223866_2384234581663_1893390047_n.jpg

Mungkin karena kurikulumnya dirancang untuk meumbuhkan pondasi ke-engineeringnya dulu, jadi pelajaran biologinya belum kerasa.

Dan alhamdulillah, aku baru merasa menjadi anak Biologi pada hari kamis yang lalu :').

Alhamdulillah deh,

@SENENG SUSAH DI SITH ITB

Rabu, 04 April 2012

Biological Engineering on wikipedia

Biological engineering
From Wikipedia, the free encyclopedia

Modeling of the spread of disease using Cellular Automata and Nearest Neighbor Interactions
Biological engineering, biotechnological engineering or bioengineering (including biological systems engineering) is the application of concepts and methods of biology (and secondarily of physics, chemistry, mathematics, and computer science) to solve problems in life sciences, using engineering's own analytical and synthetic methodologies and also its traditional sensitivity to the cost and practicality of the solution(s) arrived at. In this context, while traditional engineering applies physical and mathematical sciences to analyze, design and manufacture inanimate tools, structures and processes, biological engineering uses primarily the rapidly-developing body of knowledge known as molecular biology to study and advance applications of living organisms.
The differentiation between biological engineering and overlap with Biomedical Engineering can be unclear, as many universities now use the terms "bioengineering" and "biomedical engineering" interchangeably.[1] Biomedical engineers are specifically focused on applying biological and other sciences toward medical innovations, whereas biological engineers are focused principally on applying biology - but not necessarily to medical uses. Neither biological engineering nor biomedical engineering is wholly contained within the other, as there are non-biological products for medical needs and biological products for non-medical needs.
An especially important application is the analysis and cost-effective solution of problems related to human health, but the field is much more general than that. For example, biomimetics is a branch of biological engineering which strives to find ways in which the structures and functions of living organisms can be used as models for the design and engineering of materials and machines. Systems biology, on the other hand, seeks to utilize the engineer's familiarity with complex artificial systems, and perhaps the concepts used in "reverse engineering", to facilitate the difficult process of recognition of the structure, function, and precise method of operation of complex biological systems.
Thus biological engineering is a science-based discipline founded upon the biological sciences in the same way that chemical engineering, electrical engineering, and mechanical engineering are based upon chemistry, electricity and magnetism, and classical mechanics, respectively.[2]
Biological engineering can be differentiated from its roots of pure biology or classical engineering in the following way. Biological studies often follow a reductionist approach in viewing a system on its smallest possible scale which naturally leads toward tools such as functional genomics. Engineering approaches, using classical design perspectives, are constructionist, building new devices, approaches, and technologies from component concepts. Biological engineering utilizes both kinds of methods in concert, relying on reductionist approaches to identify, understand, and organize the fundamental units which are then integrated to generate something new.[3] In addition, because it is an engineering discipline, biological engineering is fundamentally concerned with not just the basic science, but the practical application of the scientific knowledge to solve real-world problems in a cost-effective way.
Although engineered biological systems have been used to manipulate information, construct materials, process chemicals, produce energy, provide food, and help maintain or enhance human health and our environment, our ability to quickly and reliably engineer biological systems that behave as expected is at present less well developed than our mastery over mechanical and electrical systems.[4]
ABET,[5] the U.S.-based accreditation board for engineering B.S. programs, makes a distinction between Biomedical Engineering and Biological Engineering; however, the differences are quite small. Biomedical engineers must have life science courses that include human physiology and have experience in performing measurements on living systems while biological engineers must have life science courses (which may or may not include physiology) and experience in making measurements not specifically on living systems. Foundational engineering courses are often the same and include thermodynamics, fluid and mechanical dynamics, kinetics, electronics, and materials properties.[6][7] According to Prof. Doug Lauffenberger of MIT,[8][9] Biological Engineering (like biotechnology) has a broader base which applies engineering principles to an enormous range of size and complexities of systems ranging from the molecular level - molecular biology, biochemistry, microbiology, pharmacology, protein chemistry, cytology, immunology, neurobiology and neuroscience (often but not always using biological substances) - to cellular and tissue-based methods (including devices and sensors), whole macroscopic organisms (plants, animals), and up increasing length scales to whole ecosystems.
The word bioengineering was coined by British scientist and broadcaster Heinz Wolff in 1954.[10] The term bioengineering is also used to describe the use of vegetation in civil engineering construction. The term bioengineering may also be applied to environmental modifications such as surface soil protection, slope stabilisation, watercourse and shoreline protection, windbreaks, vegetation barriers including noise barriers and visual screens, and the ecological enhancement of an area. The first biological engineering program was created at Mississippi State University in 1967, making it the first biological engineering curriculum in the United States.[11] More recent programs have been launched at MIT [12] and Utah State University.[13]
Biological Engineers or bioengineers are engineers who use the principles of biology and the tools of engineering to create usable, tangible, economically viable products. Biological Engineering employs knowledge and expertise from a number of pure and applied sciences, such as mass and heat transfer, kinetics, biocatalysts, biomechanics, bioinformatics, separation and purification processes, bioreactor design, surface science, fluid mechanics, thermodynamics, and polymer science. It is used in the design of medical devices, diagnostic equipment, biocompatible materials, renewable bioenergy, ecological engineering, and other areas that improve the living standards of societies.
In general, biological engineers attempt to either mimic biological systems to create products or modify and control biological systems so that they can replace, augment, or sustain chemical and mechanical processes. Bioengineers can apply their expertise to other applications of engineering and biotechnology, including genetic modification of plants and microorganisms, bioprocess engineering, and biocatalysis.
Because other engineering disciplines also address living organisms (e.g., prosthetics in mechanical engineering), the term biological engineering can be applied more broadly to include agricultural engineering and biotechnology. In fact, many old agricultural engineering departments in universities over the world have rebranded themselves as agricultural and biological engineering or agricultural and biosystems engineering. Biological engineering is also called bioengineering by some colleges and Biomedical engineering is called Bioengineering by others, and is a rapidly developing field with fluid categorization. The Main Fields of Bioengineering may be categorised as:
Bioprocess Engineering: Bioprocess Design, Biocatalysis, Bioseparation, Bioinformatics, Bioenergy
Genetic Engineering: Synthetic Biology, Horizontal gene transfer.
Cellular Engineering: Cell Engineering, Tissue Engineering, Metabolic engineering.
Biomedical Engineering: Biomedical technology, Biomedical Diagnostics, Biomedical Therapy, Biomechanics, Biomaterials.
Biomimetics: The use of knowledge gained from evolved living systems to solve difficult design problems in artificial systems.