Di Indonesia terdapat 5 PTN yang menyandang gelar BHMN, Badan Hukum Milik Negara. Gelar ini mewajibkan adanya timbal balik, salah satunya 20% mahasiswanya harus penerima beasiswa full. BIDIK MISI awalnya hanya dijatah 450 mahasiswa untuk ITB. Mengingat jumlah mahasiswa ITB per angkatan ada 3000an lebih, berarti Dikti tidak mendukung ITB sebagai BHMN untuk memenuhi kewajibannya dong? Akhirnya setelah meminta, ITB memperoleh tambahan sebanyak 250 jatah BIDIKMISI...
Nah, pengelolaan BIDIK MISI sendiri diserahkan ke perguruan tinggi masing-masing. Besarnya adalah 6juta rupiah per semester. Sebagai perbandingan, UPI dengan biaya pendidikan 3juta per semester, menyerahkan 3juta sisanya untuk biaya hidup mahasiswanya. UNPAD 4juta untuk biaya pendidikan, 2juta biaya hidup. UGM yang biaya pendidikan untuk anak-anak di daerah sekitarnya hanya 2jutaan, menyerahkan 4 juta untuk biaya hidup mahasiswa. ITB yang butuh 5 juta per semester untuk biaya semester, jelas tidak etis jika hanya menyerahkan 1 juta per semester untuk biaya hidup mahasiswanya.
Akhirnya ITB mengeluarkan kebijakan 6 juta secara penuh dianggarkan ke biaya hidup mahasiswanya. Berarti ada 1juta per bulan dengan rincian 700ribu biaya hidup, 250ribu biaya pemondokan, dan 50ribu untuk pengembangan karakter. Untuk biaya pendidikan ITB mencari sendiri!
Di sini BIUS berperan untuk memenuhi biaya pendidikan 1/7 penerima BIDIK MISI. Selain BIUS, ada beberapa sumber lain seperti pemprov, company, dan lain-lain. Apa yang menjadikan BIUS istimewa? BIUS menjunjung visi keberagaman se-Indonesia. BIUS mengambil minimal satu dari 33provinsi dengan kategori prestasi yang tinggi. Jadi bisa dibilang BIUS adalah 100 besar BIDIK MISI.
Biar tidak bingung, intinya sekarang penyebutannya adalah BIDIK MISI kategori BIUS.
Kenapa selama ini pegawai LK tidak mau bilang bahwa BIUS itu ada? Jawabannya adalah karena pegawai LK belum diberi tahu oleh petinggi LK mengenai BIUS. Petinggi LK sendiri merasa belum punya waktu yang tepat untuk memberi tahu para pegawai. Sedangkan Bu Betti tahunya BIUS sudah diketahui oleh seluruh elemen LK.
ITB MAHAL?
Mari kita intip sejarah teman-teman. Masih ingat kan, dulu awal tahun 2010 digulirkan isu BHMN akan dihapus? BHMN sendiri adalah usul dari rktor ITB tahun '99-'00. BHMN membuat PTN memiliki otonomi yang di mata orang awam hanya di bidang keuangan. Padahal otonomi tersebut telah menghasilkan lima prodi di ITB mendapat predikat WCU(World Class University).
Melongok ke masa yang lebih lampau, di mana UU BHP-BHMN belum ada, UU yang mengatur PTN mewajibkan nama fakultas harus sama, nama jurusan harus sama, dan jumlah SKS tiap jurusan se-Indonesia harus sama. Kalau ikut UU yang seperti itu terus, kapan kita maju? Bisa sih, untuk menjadi WCU. Tapi birokrasinya rumit. Maka dari itu, ITB ingin punya otonomi sendiri. Akhirnya awal tahun 2000an UU BHP-BHMN disahkan dan ITB mengadakan USM.
Alasan ITB tidak bergantung pada UMPTN adalah dalam UU yang lama pemerintah hanya menyediakan 30% biaya kebutuhan ITB. Tanpa yang 70%, ITB tidak bisa hidup. Salah satu caranya melalui pengadaan USM. Memang harusnya ada cara lain tetapi belum ditemukan. Masalahnya juga pelik! Orang awam mengira biaya UM minimum mempengaruhi penerimaan mahasiswa baru ITB. Padahal ITB murni mengandalkan hasil tes.
Yang menjalankan UM awalnya hanya 5 PTN. Sampai tahun 2010, banyak PTN lain yang ikut-ikutan. Padahal di luar 5 PTN tadi, PTN lain dianggap tidak bisa menjadi WCU. Akhirnya muncullah rencana pemberian status BLU(Badan Layanan Umum) untuk mengganti BHMN. Pada Desember 2011 rencana ini akan dibahas lagi. Keputusan awalnya adalah BHMN tidak dihapus, tapi hanya dimiliki 5 PTN tadi. Tapi ada kemungkinan BHMN akan dihapus secara total atau masih ada. Jika dihapus secara total, 5 PTN tadi statusnya adalah BLU Plus. Jika masih ada, 5 PTN tadi akan mengajukan UU khusus. Sebenarnya secara kasar BLU dan BHMN bedanya hanya nama. Yang jelas 5 PTN yang ditargetkan menjadi WCU butuh otonomi khusus karena tidak bisa disamakan dengan PTN lain.
Jadi ITB mahal karena ada tuntutan WCU. Toh sebenarnya ITB sudah memberikan hasil dengan bukti prestasi-prestasi yang didapat.
Dengan UU yang sekarang, angka 30% tidak tercantum lagi. Artinya subsidi pemerintah bisa lebih rendah dari itu. Sekali lagi, masalahnya kompleks. Pemerintah yang sekarang hanya mampu menggratiskan biaya pendidikan hingga SMP. Belum lagi jika muncul oposisi-oposisi politik pemerintah yang sekarang, aturannya bisa diperumit.
Nah, pengelolaan BIDIK MISI sendiri diserahkan ke perguruan tinggi masing-masing. Besarnya adalah 6juta rupiah per semester. Sebagai perbandingan, UPI dengan biaya pendidikan 3juta per semester, menyerahkan 3juta sisanya untuk biaya hidup mahasiswanya. UNPAD 4juta untuk biaya pendidikan, 2juta biaya hidup. UGM yang biaya pendidikan untuk anak-anak di daerah sekitarnya hanya 2jutaan, menyerahkan 4 juta untuk biaya hidup mahasiswa. ITB yang butuh 5 juta per semester untuk biaya semester, jelas tidak etis jika hanya menyerahkan 1 juta per semester untuk biaya hidup mahasiswanya.
Akhirnya ITB mengeluarkan kebijakan 6 juta secara penuh dianggarkan ke biaya hidup mahasiswanya. Berarti ada 1juta per bulan dengan rincian 700ribu biaya hidup, 250ribu biaya pemondokan, dan 50ribu untuk pengembangan karakter. Untuk biaya pendidikan ITB mencari sendiri!
Di sini BIUS berperan untuk memenuhi biaya pendidikan 1/7 penerima BIDIK MISI. Selain BIUS, ada beberapa sumber lain seperti pemprov, company, dan lain-lain. Apa yang menjadikan BIUS istimewa? BIUS menjunjung visi keberagaman se-Indonesia. BIUS mengambil minimal satu dari 33provinsi dengan kategori prestasi yang tinggi. Jadi bisa dibilang BIUS adalah 100 besar BIDIK MISI.
Biar tidak bingung, intinya sekarang penyebutannya adalah BIDIK MISI kategori BIUS.
Kenapa selama ini pegawai LK tidak mau bilang bahwa BIUS itu ada? Jawabannya adalah karena pegawai LK belum diberi tahu oleh petinggi LK mengenai BIUS. Petinggi LK sendiri merasa belum punya waktu yang tepat untuk memberi tahu para pegawai. Sedangkan Bu Betti tahunya BIUS sudah diketahui oleh seluruh elemen LK.
ITB MAHAL?
Mari kita intip sejarah teman-teman. Masih ingat kan, dulu awal tahun 2010 digulirkan isu BHMN akan dihapus? BHMN sendiri adalah usul dari rktor ITB tahun '99-'00. BHMN membuat PTN memiliki otonomi yang di mata orang awam hanya di bidang keuangan. Padahal otonomi tersebut telah menghasilkan lima prodi di ITB mendapat predikat WCU(World Class University).
Melongok ke masa yang lebih lampau, di mana UU BHP-BHMN belum ada, UU yang mengatur PTN mewajibkan nama fakultas harus sama, nama jurusan harus sama, dan jumlah SKS tiap jurusan se-Indonesia harus sama. Kalau ikut UU yang seperti itu terus, kapan kita maju? Bisa sih, untuk menjadi WCU. Tapi birokrasinya rumit. Maka dari itu, ITB ingin punya otonomi sendiri. Akhirnya awal tahun 2000an UU BHP-BHMN disahkan dan ITB mengadakan USM.
Alasan ITB tidak bergantung pada UMPTN adalah dalam UU yang lama pemerintah hanya menyediakan 30% biaya kebutuhan ITB. Tanpa yang 70%, ITB tidak bisa hidup. Salah satu caranya melalui pengadaan USM. Memang harusnya ada cara lain tetapi belum ditemukan. Masalahnya juga pelik! Orang awam mengira biaya UM minimum mempengaruhi penerimaan mahasiswa baru ITB. Padahal ITB murni mengandalkan hasil tes.
Yang menjalankan UM awalnya hanya 5 PTN. Sampai tahun 2010, banyak PTN lain yang ikut-ikutan. Padahal di luar 5 PTN tadi, PTN lain dianggap tidak bisa menjadi WCU. Akhirnya muncullah rencana pemberian status BLU(Badan Layanan Umum) untuk mengganti BHMN. Pada Desember 2011 rencana ini akan dibahas lagi. Keputusan awalnya adalah BHMN tidak dihapus, tapi hanya dimiliki 5 PTN tadi. Tapi ada kemungkinan BHMN akan dihapus secara total atau masih ada. Jika dihapus secara total, 5 PTN tadi statusnya adalah BLU Plus. Jika masih ada, 5 PTN tadi akan mengajukan UU khusus. Sebenarnya secara kasar BLU dan BHMN bedanya hanya nama. Yang jelas 5 PTN yang ditargetkan menjadi WCU butuh otonomi khusus karena tidak bisa disamakan dengan PTN lain.
Jadi ITB mahal karena ada tuntutan WCU. Toh sebenarnya ITB sudah memberikan hasil dengan bukti prestasi-prestasi yang didapat.
Dengan UU yang sekarang, angka 30% tidak tercantum lagi. Artinya subsidi pemerintah bisa lebih rendah dari itu. Sekali lagi, masalahnya kompleks. Pemerintah yang sekarang hanya mampu menggratiskan biaya pendidikan hingga SMP. Belum lagi jika muncul oposisi-oposisi politik pemerintah yang sekarang, aturannya bisa diperumit.