Aku menengok ke kiri
ke kanan dengan sangat berhati-hati. Berharap tidak diketahui siapapun.
Aku menengok ke
kanan. Teman disampingku ikut membalas menghadap ke kiri, tepatnya ke wajahku.
Tanganku bergerak, jari telunjuk yang tadi tidur kini aku tegakkan dan kemudian
aku menegakkan lagi 3 jari selain ibu jari dan jari kelingking. Temanku
membalas dengan tiga jarinya tegak dan selainnya tetap diam di tempatnya.
Suasana semakin
mencekam, waktu semakin habis. Kini tinggal 10 menit lagi. Masa depan adalah
taruhannya.
Kelas begitu sunyi.
Tidak ada sedikitpun orang yang berani berkata sekata pun.
Pintu kelas masih
terbuka menghembuskan angin segar disela-sela panasnya otak yang mulai
mendidih. Lantai yang biasanya kotor, akhir-akhir bersih dan memantulkan cahaya
dari luar ruangan dengan baik. Tidak terlihat sedikitpun adanya kertas-kertas
sobekan maupun debu-debu.
Meja dan kursi
tertata rapi, lurus dan tidak ada cacat sedikitpun. Minggu lalu telah
dibersihkan oleh adik-adik kelas saat bersih-bersih sekolah. Setiap satu meja
hanya ada satu kursi duduk.
Seorang pria berbadan
tegap memakai baju batik berwarna merah dan bermotif burung merak terus saja
berdiri di dekat pintu. Tubuhnya sedikit menyandar dan menghadap ke halaman
sekolah seolah mengamati sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Tingginya tidak
seberapa, hampir setinggi aku.
Seorang lagi adalah
seorang perempuan berada di atas tempat duduknya yang berada di depanku.
Mejanya diberi sebuah taplak meja berwarna hijau pupus. Beliau memakai baju
berwarna oranye dengan kerudung berwarna oranye juga. Beliau menulis di atas
meja yang bertaplak itu. Matanya hanya tertuju pada tulisan yang beliau
kerjakan sekarang.
Otakku sudah buntu
tidak bisa menemukan cara untuk menyelesaikan soal-soal dihadapanku. Sepertinya
ingin beristirahat sejenak, tapi itu tidak mungkin. Detik demi detik berjalan
terus dan semakin lama semakin membuat kami semua sekelas panik.
Yups, kami berada
dalam Ujian Nasional sekolah menengah pertama. Hari ini adalah hari terakhir
kami Ujian Nasional yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh Indonesia.
Di saat menjelang
berakhirnya waktu ujian nasional adalah waktunya berbagi jawaban dengan teman
sekitar. Aku sudah katek untuk mencari lagi dan lagi jawabannya. Solusi
terakhir yaitu saling berbagi jawaban dengan seluruh penjuru yang ada di kelas.
Semoga aja aman. Sebelum-sebelumnya tidak ada kendala sedikitpun karena
pengawasnya agak cuek.
Semua berkas
dikumpulkan ketika mendengar bel panjang tanda berakhirnya waktu pengerjaan
ujian. Baru kali ini aku merasakan tekanan yang berat sekali setelah 3 tahun
hanya diwarnai dengan ulangan harian maupun UTS saja. Hari ini dan 2 hari
sebelumnya adalah salah satu penentu masa depan kami, anak sekolah menengah
pertama. Antara kata lulus dan tidak lulus.
Belajar selama 3
tahun seolah ditentukan hanya 3 hari. Selama 3 hari Ujian Nasional ini baik
maka 3 tahun sebelumnya dapat dikatakan baik. Dan apabila sebaliknya, maka
dapat dikatakan 3 tahun yang lalu gagal. Itulah mayoritas opini teman-teman disampingku
selama ini. Seakan lulus adalah harga mati.
Semua alat tulis aku masukkan ke dalam tas. Pensil yang sangat berjasa untuk mengisi lingkaran-lingkaran kecil lembar soal juga aku masukkan. Fotoku hitam putih memakai dasi sekolah terpampang di saku sebagai tanda peserta ujian nasional sekolah menengah pertama.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar