Jumat, 08 Juni 2012

Mencari sebuah mimpi 1 : Kejahatan yang tidak terlihat (bag 1)



Aku menengok ke kiri ke kanan dengan sangat berhati-hati. Berharap tidak diketahui siapapun.
Aku menengok ke kanan. Teman disampingku ikut membalas menghadap ke kiri, tepatnya ke wajahku. Tanganku bergerak, jari telunjuk yang tadi tidur kini aku tegakkan dan kemudian aku menegakkan lagi 3 jari selain ibu jari dan jari kelingking. Temanku membalas dengan tiga jarinya tegak dan selainnya tetap diam di tempatnya.

Suasana semakin mencekam, waktu semakin habis. Kini tinggal 10 menit lagi. Masa depan adalah taruhannya.

Kelas begitu sunyi. Tidak ada sedikitpun orang yang berani berkata sekata pun.
Pintu kelas masih terbuka menghembuskan angin segar disela-sela panasnya otak yang mulai mendidih. Lantai yang biasanya kotor, akhir-akhir bersih dan memantulkan cahaya dari luar ruangan dengan baik. Tidak terlihat sedikitpun adanya kertas-kertas sobekan maupun debu-debu.

Meja dan kursi tertata rapi, lurus dan tidak ada cacat sedikitpun. Minggu lalu telah dibersihkan oleh adik-adik kelas saat bersih-bersih sekolah. Setiap satu meja hanya ada satu kursi duduk.
Seorang pria berbadan tegap memakai baju batik berwarna merah dan bermotif burung merak terus saja berdiri di dekat pintu. Tubuhnya sedikit menyandar dan menghadap ke halaman sekolah seolah mengamati sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Tingginya tidak seberapa, hampir setinggi aku.

Seorang lagi adalah seorang perempuan berada di atas tempat duduknya yang berada di depanku. Mejanya diberi sebuah taplak meja berwarna hijau pupus. Beliau memakai baju berwarna oranye dengan kerudung berwarna oranye juga. Beliau menulis di atas meja yang bertaplak itu. Matanya hanya tertuju pada tulisan yang beliau kerjakan sekarang.

Otakku sudah buntu tidak bisa menemukan cara untuk menyelesaikan soal-soal dihadapanku. Sepertinya ingin beristirahat sejenak, tapi itu tidak mungkin. Detik demi detik berjalan terus dan semakin lama semakin membuat kami semua sekelas panik.

Yups, kami berada dalam Ujian Nasional sekolah menengah pertama. Hari ini adalah hari terakhir kami Ujian Nasional yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh Indonesia.

Di saat menjelang berakhirnya waktu ujian nasional adalah waktunya berbagi jawaban dengan teman sekitar. Aku sudah katek untuk mencari lagi dan lagi jawabannya. Solusi terakhir yaitu saling berbagi jawaban dengan seluruh penjuru yang ada di kelas. Semoga aja aman. Sebelum-sebelumnya tidak ada kendala sedikitpun karena pengawasnya agak cuek.

Semua berkas dikumpulkan ketika mendengar bel panjang tanda berakhirnya waktu pengerjaan ujian. Baru kali ini aku merasakan tekanan yang berat sekali setelah 3 tahun hanya diwarnai dengan ulangan harian maupun UTS saja. Hari ini dan 2 hari sebelumnya adalah salah satu penentu masa depan kami, anak sekolah menengah pertama. Antara kata lulus dan tidak lulus.

Belajar selama 3 tahun seolah ditentukan hanya 3 hari. Selama 3 hari Ujian Nasional ini baik maka 3 tahun sebelumnya dapat dikatakan baik. Dan apabila sebaliknya, maka dapat dikatakan 3 tahun yang lalu gagal.  Itulah mayoritas opini teman-teman disampingku selama ini. Seakan lulus adalah harga mati.

Semua alat tulis aku masukkan ke dalam tas. Pensil yang sangat berjasa untuk mengisi lingkaran-lingkaran kecil lembar soal juga aku masukkan. Fotoku hitam putih memakai dasi sekolah terpampang di saku sebagai tanda peserta ujian nasional sekolah menengah pertama.



(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar