Jumat, 10 Agustus 2012

Dasar-dasar Rekayasa Hayati



Dalam bidang Rekayasa Hayati, akan banyak ditemui analisis kimia untuk mengetahui komposisi suatu zat ataupun campuran zat. Setiap zat memiliki karakterisitik tertentu yang mempengaruhi sifat-sifat zat tersebut. Dengan mengetahui karakteristik tersebut, kita bisa memprediksikan apa yang akan terjadi apabila zat tersebut diberikan suatu perlakuan tertentu. Selain itu dalam lingkungan industri, dengan adanya pengetahuan tentang karakteristik suatu zat kita bisa mengefisiensikan suatu proses yang terjadi dalam sistem hayati. Hal ini memungkinkan untuk melakukan suatu proses yang sangat efisien sehingga menghemat biaya ataupun waktu dari suatu proses hayati.
Kita dapat mengidentifikasi suatu materi melalui sifat-sifatnya, baik sifat fisis maupun sifat kimianya. Sifat fisis merupakan suatu ciri yang dapat diamati tanpa perubahan identitas kimianya. Sebagai contoh, perubahan wujud dan perubahan warna. Sifat fisis yang terukur, misalnya massa dan massa jenis. Sifat fisis ini dapat digolongkan lagi sebagai sifat-sifat ekstensif dan intensif. Sifat ekstensif bergantung pada jumlah materi seperti massa dan volume. Sedangkan, sifat intensif merupakan ciri khas dari suatu materi. Contoh, massa jenis dan titik didih. Selain sifat fisis, ada juga sifat kimia. Sifat kimia juga merupakan ciri khas suatu materi, termasuk perubahan kimianya. Karena itu, sifat ini tergolong sifat intensif.
Densitas merupakan pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Massa jenis suatu benda bervariasi sesuai dengan suhu dan tekanan. Peningkatan suhu suatu zat dapat menurun kepadatannya dengan meningkatkan volume zat tersebut.
Rumus untuk menentukan densitas adalah
ρ = m / v
dengan ρ adalah massa jenis, m adalah massa, dan V adalah volume.
Tegangan permukaan adalah kecenderungan kontraktif dari permukaan cairan yang memungkinkan untuk melawan kekuatan eksternal. Tegangan permukaan cairan (γ) adalah kerja yang dilakukan untuk memperluas permukaan cairan dalam satuan luas. Tegangan permukaan itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan kekuatan tarik menarik antar molekul (Anonim).
Rumus untuk mencari tegangan permukaan yaitu :
y = F / 2l
Dimana : Tegangan permukaan (y), gaya yang dialami pada permukaan zat cair ( F ), dan panjang(l).
Viskositas adalah ukuran ketahanan suatu fluida berubah bentuk akibat adanya tegangan geser atau tegangan tarik. Viskositas menggambarkan resistensi internal cairan untuk mengalir dan dapat dianggap sebagai ukuran gesekan fluida. Viskositas zat cair cenderung menurun dengan seiring bertambahnya kenaikan temperatur hal ini disebabkan gaya – gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunya viskositas dari zat cair tersebut. (Ridwan)
Viskositas dinyatakan dengan persamaan
F = μ A (u/y)
Dengan : F = besarnya gaya yang dibutuhkan untuk mengalir, μ = viskositas, A = luas area, dan u/y = kecepatan shear.
Sedangkan viskositas kinematik dapat dihitung dengan persamaan
η = [2pg(a)^2]/9v
Dengan η = viskositas kinematik, p = beda densitas, g = gravitasi, v = kecepatan jatuh, a = radius bola
Porositas unggun menyatakan fraksi kosong di dalam unggun. Harganya sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri butiran padat yang membentuk unggun tersebut atau dengan kata lain merupakan fungsi dari faktor bentuk atau derajat kebolaan partikel-partikelnya.
ε  =  Vu – Vp/ Vu
Dimana :
ε = Porositas unggun
Vu  = volume unggun
Vp = volume partikel total
Ukuran sel dapat diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakkan pada lensa okuler dan lensa objektif. Pengukuran ini berprinsip pada konversi skala okuler ke skala micrometer stage pada lensa objektif saat tahap kalibrasi. Pengukuran ukuran satu skala pada mikrometer okuler adalah:
A = ( skala mikrometer objektif x ukuran grid ) / skala mikrometer okuler 
Dimana variabel A adalah nilai satu skala pada mikrometer okuler.
Dalam perhitungan data dilakukan analisis statistika untuk data seluruh kelas, analisis ini digunakan untuk menyajikan data sehingga memberikan informasi yang berguna. Upaya penyajian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan informasi penting yang terdapat dalam data ke dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana.
Dari percobaan juga dihitung nilai mean. Mean (rata-rata) merupakan suatu ukuran pemusatan data. Mean menggambarkan bahwa data tersebut berada pada kisaran mean nilai mean tersebut. Selain itu juga digunakan Standar Deviasi digunakan untuk menjelaskan perbandingan penyebaran atau penyimpangan data dua kelompok atau lebih. Apabila standar deviasi suatu data tersebut kecil maka hal tersebut menunjukkan data-data tersebut berkumpul disekitar rata-rata hitungnya, dan jika standar deviasinya besar hal tersebut menunjukkan penyebaran yang besar dari nilai rata-rata hitungnya.
Standar Deviasi merupakan variasi sebaran data. Semakin kecil nilai sebarannya berarti variasi nilai data makin sama. Jika sebarannya bernilai 0, maka nilai semua datanya adalah sama.
Densitas merupakan pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Massa jenis suatu benda bervariasi sesuai dengan suhu dan tekanan. Peningkatan suhu suatu zat dapat menurun kepadatannya dengan meningkatkan volume zat tersebut. Densitas dapat diukur dengan alat yang bernama piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang dirancang untuk menentukan volume atau ruang yang ditempati oleh materi. Penentuan volume piknometer ini berdasarkan hukum Boyle.
Tegangan permukaan adalah kecenderungan kontraktif dari permukaan cairan yang memungkinkan untuk melawan kekuatan eksternal. Tegangan permukaan cairan (γ) adalah kerja yang dilakukan untuk memperluas permukaan cairan dalam satuan luas. Tegangan permukaan itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan kekuatan tarik menarik antar molekul (Anonim 2). Hal ini dikarenakan adanya gaya kohesif antara molekul cairan. Tegangan permukaan cairan dapat diukur dengan cara drop out, cara buble pressure, tensiometer, dan capilary rise.
Tegangan permukaan menyebabkan suatu perbedaan tekanan antara gelembung sabun atau tetesan zat cair bagian dalam dan bagian luar. Suatu gelembung sabun terdiri permukaan film berbentuk bola yang sangat rapat. Dengan suatu lapisan tipis dan diantara zat cair. Tegangan permukaan menyebabkan film cenderung untuk melakukan pengusutan, tetapi sebagaimana gelembung menyusut. Begitu juga tegangan permukaan menekan udara didalam dan menambah tekanan bagian dalam titik yang mencegah pengusutan lebih lanjut. (Hendra, 2002)
Viskositas adalah ukuran ketahanan suatu fluida berubah bentuk akibat adanya tegangan geser atau tegangan tarik. Viskositas menggambarkan resistensi internal cairan untuk mengalir dan dapat dianggap sebagai ukuran gesekan fluida. Viskositas zat cair cenderung menurun dengan seiring bertambahnya kenaikan temperatur hal ini disebabkan gaya – gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunya viskositas dari zat cair tersebut. (Ridwan)
Fluida secara garis besar terbagi menjadi 2 yaitu Fluida newtonian yang ketika di plot dv/dy akan terbentuk garis lurus, viskositasnya tetap dan bersifat tidak plastis. Sedangkan fluida non-newtonian viskositasnya akan berubah-ubah dan bersifat plastis.
Ukuran sel dapat diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakkan pada lensa okuler dan lensa objektif. Pengukuran ini berprinsip pada konversi skala okuler ke skala micrometer stage pada lensa objektif saat tahap kalibrasi. Micrometer stage ini merupakan grid-grid kotak yang ukurannya sudah diketahui. Dengan menghimpitkan skala mikrometer okuler pada grid-grid micrometer stage didapatkan rasio dari kedua skala tersebut untuk kemudian dikalikan dengan ukuran micrometer stage perkotaknya sehingga didapatkan ukuran untuk tiap skala mikrometer okuler (Caprette, 2012).
Hasil dari pengamatan panjang sel  Paramaecium sp. secara manual diukur dengan mikrometer dari mikroskop cahaya sebesar 209,032 µm dan dengan software digital komputer yang terhubung dengan mikroskop cahaya sebesar 171,255 µm, terdapat perbedaan sebesar 38 µm. Menurut literatur, ukuran sel adalah 50-350 µm (Wichterman, 1986). Hal ini dimungkinkan karena kesalahan paralaks pengamat ataupun pembulatan terhadap garis mikrometer yang kurang presisi yang bisa menyebabkan terjadinya perbedaan nilai antara perhitungan manual dan secara komputer. Selain itu dimungkinkan juga adanya kesalahan pengamat saat melakukan kalibrasi antara mikrometer okuler dan mikrometer objektif.

Daftar Pustaka
Anonim. Surface Tension [online]. Diunduh dari http://www.chem.purdue.edu/gchelp/liquids/tension.html pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Anonim 2. FLUID VISCOSITY TABLES [online]. Diunduh dari http://home.global.co.za/~fluid/GWIS%20Fluid_Viscosity_Table.htm pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Anonim 3. Absolute Density of Water Table [online]. Diunduh dari http://faculty.nwfsc.edu/web/science/struckl/ABSOLUTE%20DENSITY%20OF%20WATER%20TABLE.pdf pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Dewi. 2011. ANALISIS PERSAMAAN SAINT VENANT 2D UNTUK MODEL GELOMBANG PERAIRAN DANGKAL DENGAN MASALAH NILAI AWAL DAN MASALAH NILAI BATAS [online]. Diunduh dari http://lib.uin-malang.ac.id/appendix/07610038[1]-dewi-erla-mahmudah.pdf pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Ferry. STABILITAS PENAHAN GELOMBANG KANTONG PASIR BENTUK GULING [online]. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/25090/1/03-Ferry_Fananta_Rev.pdf pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Hendra, M., Herlina, N. 2012. TEGANGAN PERMUKAAN CAIRAN DENGAN METODE DROP OUT DAN METODE BUBLE [online]. Diunduh dari https:// repository.usu.ac.id/Ftkimia-Hendra3.pdf pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Lachman, L. dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta : UI Press.
Przybylski. Physical and Chemical Properties [online]. Diunduh dari http://fr.canolacouncil.org/media/515239/canola_oil_physical_chemical_properties_1.pdf pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Ridwan. Mekanika Fluida [online]. Diunduh dari http//ridwan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/10075/Karakteristik%2BAliran%2BFluida1.pdf pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Rustamaji. 2010. ALKOHOLISIS MINYAK JARAK PAGAR DENGAN KATALISATOR ASAM PADAT [online]. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/21907/1/A-07.pdf pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 21.30
Wichterman, Ralph. 1986. The biology of Paramecium. Springer.

Petasan Ramadhan ke 2

Sesuai kebiasaan, santri pondok putri tiap malam habis salat tarawih pada bulan ramadhan selalu naik ke lantai tiga pondok mereka. Mereka sering mengobrol di lantai tiga pondok mereka yang tidak mempunyai atap. Tempat ini biasanya digunakan untuk menjemur pakaian. Mereka disini biasanya juga melihat indahnya langit malam.

Lantai tiga pondok kami juga sama seperti mereka, tempat untuk menjemur dan tanpa ada atapnya. Lantai tiga pondok kami dan lantai pondok santri putri hanya terpisah kurang dari sepuluh meter. Di lantai tiga pondok kami juga ada kubah mushala. Dan apabila kami berdiri di kubah mushala pondok, kami bisa melihat kepala para santri putri. Tetapi tubuh mereka tertutup oleh tingginya tembok yang mengelilingi lantai 3 pondok santri putri sebelah.

Petasan telah siap dan berada di kantong gus kecil, adiknya gus yang mengajak kami menjahili santri putri. Gus kecil sekarang masih kelas lima Sekolah dasar. Tapi keberaniannya di segala hal tidak perlu diragukan lagi.

Gus yang mengajak kami menjahili pondok sebelah dengan petasan bernama gus Riza, dia masih kelas satu SMP. Sedangkan adiknya bernama Gus Fikri yang merupakan anak ke empat abah dari enam bersaudara.

Di lantai tiga pondok putri terdengar suara ramai bercandaan para santri putri. Hal ini merupakan kesempatan terbaik untuk menjahili para santri putri yang jumlahnya cukup banyak.

Korek api menyala. Petasan siap dilempar. Aku (temanku yang bernama Rizka, memakai kata aku biar lebih terasa pelakunya) menjadi pelempar pertama petasan. Perang dunia ketiga segera dimulai ketika aku sudah melemparkan petasan pembuka. Peristiwa jahil yang mempertemukan antara pondok puta belakang putra dan pondok putri belakang. Jantungku berdtak cukup kencang bak serigala akan menerkam mangsanya yang hanya beberapa senti saja di depannya. Sangat cepat. Ketakutanku ada beberapa. Ketakutan pertama jika aku salah melemparnya dan jatuh ke rumah warga sekitar pondok. bisa-bisa, aku tinggal menunggu cincangan dari Abah pondok. Atau bahkan aku di sate dan kemudian dibakar habis-habisan. Kedua, meledak mengenai jemuran anak perempuan dan kemudian terbakar. Bisa-bisa nanti pondok putri belakang terjadi kebakaran hebat. Itu sangat berbahaya.

Dengan segala daya dan mengesampingkan itu aku bersiap untuk menmbakkan peluru pertama melalui meriam besar. kapal musuh sudah dekat. Mau tidak mau aku harus secepatnya melemparkan peluru dari meriamnya.

Sekuat tenaga aku melempar petasan ke pondok putri sebelah. Kertas yang berbentuk tabung dan disertai uceng yang sudah menyala merah merona terbang bak komet yang menembus atmosfer bumi. Berjuang sekuat tenaga petasan itu melawan angin dengan bermodal gaya dorong dariku. Petasan itu agak berbelok akibat ada seikit gaya dari angin. Sekarang mulai menembus atmosfer dari pondok putri. Bertabrakan dengan gas oksigen. Berusaha untuk terus melaju sampai  tempat tujuan. Tidak mau berhenti jika belum terlaksana tugasnya.

Bulan sabit sepertinya mulai tidak tega ketika petasan yang aku lempar hanya kurang dari satu meter menyentuh lantai tiga pondok putri. Bulan sabit hanya bisa menutup matanya namun tetap berada di atas kami. Menunaikan tugas mulia menyinari bumi.

“Apa itu???????????” Teriak salah satu santri pondok putri ketika melihat sebuah titik putih merah menyala bergerak mendekati lantai pondoknya.

“jedaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr.” Suara keras dari meriam di perang dunia ketiga begitu kerasa sampai ke telinga kami. Kami tersenyum antar santri putra lain di tengah petangnya malam. Apalagi sekarang hanya bulan sabit, bukan bulan purnama.

“Ada petasannnnnnnnnnn.........” teriak salah satu anak pondok putri setelah petasan pertama meledak.

Lemparanku tepat sasaran. Untunglah tidak mengenai baju yang sedag dijemur.

Santri putri berteriak histeris dan semakin lama teriakannya semakin hilang pertanda kami harus menyerang untuk kali kedua.

Gus besar mengambil sebuah petasan kretek yang bentuknya bulat dan mempunyai satu uceng. Dinamakan ptasan kretek karena suaranya yang kretek-kretek seperti pohon bambu yang patah.

Petasan sudah dinyalakan. Aku lagi yang akan melempar. Semua santri lain belum menunjukkan keberaniannya sehingga aku maju lagi untuk menyerang pondok putri sebelah.

Petasan terbang tinggi lagi, dan sepertinya santriwati pondok sebelah sudah mengantisipasi sehingga dari jauh sebelum meledak mereka sudah berteriak ketakutan. Mereka sepertinya mengumpul di sebuah tempat yang tidak mungkin kami jangkau dengan kekuatan melempar kami.

Angin malam berhembus sepoi-sepoi dan lagi-lagi mengganggu kestabilan laju petasan ke target. Petasan terus melaju dan memasuki wilayah kekuasaan pondok putri. Pertarungan antar gender. Gender laki-laki sebagai penyerang dan gender perempuan sebagai bertahan.

Petasan makin dekat dengan pondok putri.

“Itu....Itu........ petasannyaaaaaa............ Lariiiiiiiiiiiiiiii..............”

Petasan yang sangat diharapkan untuk kembali memporak-porandakan kubu lawan tidak terdengar sampai telinga kami. Suasana sepi. Seketika santriwati pondok sebelah ramai.

“Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee................”

Dengan sangat jelas kami mendengar mereka gaduh sekali karena petasan yang kami lemparkan ke sana gagal. Dengan rasa menyesal petasan itu masuk ke dalam timba yang penuh dengan air. Timba yang biasa digunakan oleh santriwati untuk mencuci baju. Kami gagal. Mereka tertawa riang.

Aku mudur, aku tidak beruntung untuk lemparan kedua. Sekarang gantian Gus Riza yang mengganti posisiku sebagai pelempar.

Dan lemparan yang ketiga ini sukses besar, begitu juga lemparan keempat. Petasan keempat telah membuat mereka mengosongkan seisi lantai tiga pondok mereka.

Suasana begitu legang, tidak ada suara bercandaan dari pondok sebelah lagi, yang ada hanyalah suara jangkrik yang semakin lama semakin keras.

Suasana semain lama semain dingin saja. Angin-angin bertiup sepoi-sepoi menerpa kulit kami. Dinginnya malam tidak menghilangkan senyum kami. Kami seolah mendapatkan kemenangan setelah berhasil membuat gaduh pondok putri disebelah pondok kami. Kami tidak tahu kapan lagi akan melancarkan kejahilan berikutnya. Kami bisa tersenyum dan tertawa melihat kegaduhan santriwati pondok putri sebelah. Untungnya hari ini kejahilan kami tidak ketahuan siapapun termasuk abah pondok yang sangat kami takuti apabila Beliau marah. Kejahilan yang membabi buta di malam bulan Ramadhan ini.

Di pondok ini mempunyai 5 orang Gus, anak pertama sekarang mondok di tempat antah berantah yang aku sendiri belum tahu. Untuk anak kedua adalah seorang putri yang biasa dipanggil Ning. Kami memanggilnya Ning Rina dan kini juga sedang mondok di sebuah pondok terbesar di kota kediri. Anak ke 3 dan ke 4 nya yaitu yang menemani kami menjahili pondok putri tadi dan anak yang ke 5 dan 6 adalah Gus kecil, namanya Gus Nafi’ dan Gus Ian.

Menurutku, aku sekarang bukanlah mondok akan tetapi aku disini kost di rumah Seorang Pak Kyai. Tapi bedanya kami juga ngaji kitab dan untuk lebih mudahnya kami menyebutnya mondok bukan kost karena kami juga mengaji kitab khas anak pondokan.


Kamis, 09 Agustus 2012

Instrumentasi KCKT (HPLC) dan Spektrofotometer


Kuantifikasi sel merupakan perhitungan jumlah sel maupun penentuan massa sel yang ada di media kultur dalam satuan ukuran banyaknya sel per mililiter suspensi. Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah sel dalam sebuah kultur dapat menggunakan alat spektrofotometer atau hemasitometer.
Ada beberapa macam teknik kromatografi, dari teknik yang sederhana sampai teknik modern. Teknik sederhana dapat dilakukan dengan Kromatografi Kertas (KKt) dengan menggunakan kertas Watmann 3. Kromatografi yang lebih maju dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), yaitu dengan silika gel pada pelat alumenium/ plastik. Untuk zat yang mudah menguap dilakaukan dengan teknik Kromatografi Gas. Teknik lain adalah dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Suyitno, 2008).
Spektofotometer menghitung jumlah sel berdasarkan banyaknya cahaya yang diabsorbsi oleh sel-sel yang ditaruh dalam suatu larutan, sedangkan metode hemasitometer atau Counting chamber yaitu menghitung jumlah sel secara manual di bawah mikroskop. Selain untuk menghitung jumlah sel-sel kultur tanaman, spektrofotometer dan hemasitometer biasa digunakan untuk menghitung jumlah sel mikroorganisme dan sel darah merah. Aplikasi dari kuantifikasi sel yaitu seperti perhitungan sel darah manusia untuk mengetahui apakah sel darah pada tubuh pasien normal atau tidak.
Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400-750 nm. Spektrofotometri elektromagnetik monokromatik, yang diserap zat. Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas serapan panjang adalah gelombang pengukuran tertentu yang sumber sinar monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat (Anonim1).
Larutan yang berwarna akan menyerap panjang gelombang sinar tertentu. Setiap larutan akan menyerap panjang gelombang tertentu secara maksimal. Semakin banyak zat terlarut akan menyerap panjang gelombang tertentu lebih besar. Dengan demikian perbedaan serapan sinar menunjukkan intensitas zat terlarut yang diukur. Ada hubungan antara penyerapan sinar atau panjang gelombang tertentu denan konsentrasi larutan. Besarnya sinat diserap larutan disebut “Optical density (OD) atau nilai Absorbansi (Suyitno, 2008).
Sebagian sinar yang tidak terserap merupakan sinar yang dilewatkan (transmit), disebut nilai transmitan (Suyitno, 2008). Biasanya dinyatakan dalam persen (%) yaitu menggunakan rumus
T = Is/Io.
Nilai absorbansi merupakan negatif dari log transmitansinya.
OD [A] = - log T
Nilai A (absorbansi) atau Optical density  memiliki hubungan linier dengan konstanta (k), tebal larutan yang dilalui (b) dan konsentrasi (Suyitno, 2008).  Hubungan itu dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
A  =  k. b. c
Pada percobaan ini hanya akan dilakukan kuantifikasi sel menggunakan spektrofotometer saja, sedangkan hemasitometer tidak dilakukan dalam percobaan kali ini. Prinsip kerja dari spektrofotometer adalah apabila ada sebuah berkas cahaya akan jatuh pada suatu medium homogen, sebagian sinar yang masuk akan dipantulkan dengan sudut yang berbeda-beda, ada sebagian lagi yang diserap oleh medium yang dilalui oleh berkas cahaya itu dan sisanya akan diteruskan. Nilai yang diperoleh adalah nilai tidak diserap maupun yang tidak dipantulkan oleh medium, dan selanjutnya dinamakan nilai absorbansi atau Optical Density (OD). Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya pada spektrofotometer berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan bahan atau medium. Dengan hukum Beer itu dapat disimpulkan bahwa nilai OD yang terukur sebanding dengan jumlah sel yang ada dalam kultur yang diujikan dalam spektrofotometer. (Fujimura, et al, 1979)
Dalam percobaan kali ini dilakukan perhitungan serapan maksimum setiap pigmen warna yang ada pada bagian tumbuhan atau sampel. Pada mulanya, senyawa-senyawa pigmen tersebut diekstraksi dengan menggunakan methanol untuk mendapatkan jumlah ekstrak yang optimal dan kemudian dianalisis pada panjang gelombang 660 nm yang merupakan panjang gelombang cahaya tampak pada spektrofotometer.
Pada grafik absorbansi gelombang cahaya dengan panjang gelombang antara 400 nm - 700 nm didapatkan bahwa terdapat perbedaan nilai serapan antar pigmen warna. Pada ekstrak daun yang mengandung pigmen hijau, puncak grafik terdapat pada panjang gelombang 475 nm dan puncak kedua pada panjang gelombang sekitar 612.5 nm.
Warna hijau pada daun ini disebabkan adanya klorofil A. Klorofil A memiliki serapan maksimum di daerah 380-430 nm dan 530-665 nm dalam pelarut organik (Christiana et. al., 2008). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai yang didapat dari absorbansi pigmen hijau dari percobaan sesuai dengan nilai referensi. Serapan klorofil A yang cukup luas jangkauannya membuat molekul ini cenderung tidak stabil terhadap cahaya atau mudah mengalami fotodegradasi.
Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, sehingga sinarnya tidak tampak oleh mata manusia. Pigmen ini juga merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya (Christiana et. al., 2008). Karakteristik ini berlaku untuk semua warna sehingga warna cahaya yang dipantulkan akan tampak oleh mata manusia seperti warna hijau ini.
Pada ekstrak bunga ungu, puncak grafik terdapat pada panjang gelombang 525 nm. Menurut literatur yang didapatkan, nilai absorbansi maksimum warna ungu terdapat pada panjang gelombang 543 nm. Warna ungu ini disebabkan adanya pigmen Delpinidin, dan Antosianin dalam bunga (Herlina et. al., 2012). Nilai tersebut agak berbeda jauh dari nilai percobaan yang telah dilakukan.
Sedangkan untuk bunga merah, puncak grafik terdapat pada panjang gelombang sekitar 425 nm. Menurut literatur yang didapatkan, nilai absorbansi maksimum warna merah terdapat pada panjang gelombang antara 496 nm sampai 525 nm (Herlina et. al., 2012). Dari percobaan didapatkan nilai absorbansi yang jauh dari nilai literatur yang didapat, hal ini dimungkinkan karena terdapat adanya metabolit-metabolit penggangu yang ikut terekstrak saat percobaan yang mampu ikut mengabsorbsi cahaya yang dihasilkan dari spektrofotometer. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh pemilihan spesies tumbuhan yang akan diekstrak. Perbedaan warna yang sedikit dapat memengaruhi nilai panjang gelombang absorbansi maksimum (Herlina et. al., 2012).
Warna merah ini disebabkan adanya pigmen Antosianin, Sianidin, 3-Glukosida dan Pelargonidin 3,7-Diglukosida dalam bunga. Selain itu pigmen Antosianin ini menimbulkan warna merah jambu, merah marak, merah, merah senduduk, ungu, dan biru pada kelopak bunga, daun, dan buah tumbuhan tingkat tinggi.
Pada grafik, ekstrak bunga yang berpigmen kuning memiliki puncak grafik pada panjang gelombang 450 nm. Sedangkan dari literatur yang didapat panjang gelombang maksimum dari warna kuning itu adalah 449,6 nm. Dengan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang jauh dari panjang gelombang yang didapatkan dari percobaan dan literatur.
Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa setiap warna atau setiap zat pigmen memiliki panjang gelombang penyerapan efektifnya sendiri. Dengan perbedaan warna yang sedikit akan memengaruhi panjang gelombang serapan efektifnya.
Pada percobaan kali ini juga dilakukan pendekatan untuk menghitung jumlah sel bakteri Bacillus sphaericus dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Pada panjang gelombang tersebut, dapat teramati nilai absorbansi berbeda untuk setiap konsentrasi sampel. Serial dilution atau pengenceran berseri dilakukan agar didapatkan konsentrasi berbeda dari sampel bakteri, sehingga didapatkan nilai absorbansi berbeda pula dari analisis menggunakan spektrofotometer. Dengan nilai absorbansi yang berbeda tersebut, kurva baku dapat dibuat, untuk kemudian dicari persamaan kurva bakunya. Persamaan kurva baku tersebut selanjutnya dapat dijadikan sebagai formulasi untuk menentukan konsentrasi bakteri yang tidak diketahui. Pada perhitungan jumlah sel bakteri tidak dilakukan pada hemasitometer, hal ini dikarenakan sel bakteri berukuran sangat kecil.
Dari data yang didapat, terdapat beberapa data yang tidak sesuai, yaitu nilai absorbansi suatu sampel lebih rendah dari sampel lainnya yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah. Seharusnya, nilai absorbansi sebanding dengan jumlah konsentrasi sampel, semakin tinggi nilai konsentrasi sampel, semakin tinggi pula nilai serapan atau absorbansinya.
Kesalahan tersebut bisa terjadi akibat berbagai faktor, salah satunya adalah faktor nonhomogenitas koloni bakteri dalam sampel. Bakteri Bacillus sphaericus memiliki sifat mudah menempel satu sama lain, karena sifatnya tersebut seringkali bakteri tersebut dipakai sebagai agen biologis pada proses flokulasi dan mengendap di bagian bawah kuvet. Seharusnya sebelum dilakukan pengamatan dilakukan homogenisasi terlebih dahulu dan pengerjaannya seharusnya dilakukan secara cepat mengingat bakteri cepat membentuk flok dalam waktu yang singkat.
Sel bakteri yang dianalisis memiliki umur selama 12 jam. Data diambil dengan memasukkan nilai absorbansi ke kurva baku dari data yang didapat kemudian dirata-ratakan dan menghasilkan jumlah sel Bacillus sphaericus setelah 12 jam sebanyak 3,464,568,705 bakteri. Menurut literatur, Jumlah bakteri setelah berumur 12 jam yaitu 687,194,767,360 (Keiser).
Dari data tersebut memiliki perbedaan yang cukup jauh. hal ini dimungkinkan karena medium yang digunakan untuk mengkultur bakteri kekurangan nutrisi ataupun kondisi lingkungan bakteri yang kurang baik, sehingga bakteri tidak mampu berkembangbiak dengan baik.
KCKT merupakan instrumen kromatografi kolom yang dilengkapi dengan detector. Dengan alat ini nantinya didapatkan data retention time. Retention time bagi tiap senyawa dalam sampel akan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh sifat polaritas senyawa sampel dengan eluen maupun fasa diam. Apabila polaritas senyawa pada sampel mendekati sifat polaritas pada eluen, maka senyawa tersebut akan lebih mudah terpisah dari senyawa lainnya dan ikut bergerak ke arah bawah bersama fasa gerak atau eluen, melewati fasa diam.
Rentang retention time yang didapat bernilai antara 3.44 hingga 3.46. Semakin rendah konsentrasi sampel, nilai retention time semakin tinggi. Hal ini menyebabkan senyawa menjadi lebih sulit dipisahkan dari senyawa lain, jika kadar dalam sampel tersebut tidak cukup banyak.
Retention time merupakan waktu yang diperlukan bagi senyawa untuk terpisah dari senyawa lainnya dalam suatu sampel. Suatu senyawa dalam kromatografi kolom, khususnya KCKT akan terpisah dari senyawa lainnya berdasarkan prinsip kepolaran. Kepolaran disini akan memengaruhi interaksi molekul dari eluen, fasa diam dan senyawa sampel.
Nilai retention time yang dihasilkan dari pengamatan menggunakan 2 detektor berbeda memiliki perbedaan. Dengan RID rentang retention time yang dihasilkan adalah 3.44 hingga 3.46, sedangkan dengan UV-Vis Detector rentang retention time nya adalah 3.31 hingga 3.36.
RID merupakan detektor yang biasa dipakai untuk menganalisis senyawa yang tidak memiliki kromofor, namun memiliki tingkat sensitivitas yang rendah dibandingkan dengan UV-Vis D yakni 100 ng. Sedangkan UV-Vis D lebih sering digunakan karena memiliki sensitivitas cukup baik yakni 1 ng dan cara kerjanya lebih sederhana.
Berdasarkan hal sensitivitas detektor tersebut nilai retention time yang didapat dari RID dan UV-Vis D berbeda, dengan analisis UV-Vis D memiliki retention time yang lebih cepat 0.1 detik daripada RID.
Luas area yang didapat dari grafik menyatakan kuantitas dari suatu senyawa yakni merupakan pencerminan dari jumlah konsentrasi senyawa yang dianalisis. Umumnya, bentuk area grafik merupakan suatu kurva berpuncak, yang luas area di bawahnya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan matematis untuk mencari luas segitiga. Grafik yang baik adalah grafik yang memuat kurva dengan 1 puncak. Luas segitiga area di bawah kurva tersebut merepresentasikan konsentrasi senyawa yang dianalisis. Semakin besar luas area, maka semakin banyak jumlah senyawa tersebut pada sampel, sehingga konsentrasinya juga semakin besar.
Data pengamatan yang didapat dari percobaan KCKT dimasukkan ke dalam plot konsentrasi terhadap luas area, maka akan didapatkan kurva yang kemudian dapat dicari persamaan regresinya. Dari persamaan regresi tersebut dapat dicari konsentrasi sampel yang telah diketahui luas areanya. Dimana menghasilkan nilai konsentrasi untuk sampel A 19.85580501 ppm, sampel B 49.01634577 ppm, sampel C 54.17146918 ppm, dan sampel D 93.33152944 ppm.
Pada analisis menggunakan KCKT digunakan methanol 100% sebagai eluen.  Hal ini dilakukan agar interaksi yang terjadi antar molekul berlangsung baik. Hal utama yang memengaruhi yaitu tingkat kepolaran antar sampel, eluen dan fasa diam.
Pada percobaan digunakan fasa diam berupa octadesyl sylil (ODS) dimana fasa gerak yang dapat dipakai antara lain methanol/air maupun asetonitril/air (Rohman, 2007).

Minggu, 05 Agustus 2012

Petasan Ramadhan ke 1

Sehabis salat tarawih di mushola pondok lantai dua, kami Abah untuk memperbanyak amalan membaca Al Quran di bulan Ramadhan. Apalagi pahala yang diberikan berlipat-lipat dibanding membaca Al Quran pada bulan-bulan lainnya.

Ada yang tadarus dengan suara keras, ada juga yang membacanya dengan hati. Ada beberrapa temanku yang membaca super cepat. Biasanya mereka setelah selesai satu jus langsung tidur-tiduran disamping kami. Mereka tidur di pinggul-pinggul anak yang belum selesai membaca Quran sebanyak satu jus. Ada juga yang memakai kakiku sebagai bantal tiduran-tidurannya. Aku termasuk golongan anak yang tidak bisa membaca Quran cepat. Sering kali menjadi santri terakhir yang selesai membaca Quran.

Saat tarawih biasanya kami saling bergonta-ganti yang bertugas menjadi bilal salat tarawih. Aku mendapat jatah enam kali saat bulan puasa tahun ini. Bilal tarawih bertugas untuk membacakan sholawat diantara salat tarawih satu dengan lainnya. Dengan memakai mik kami harus melafalkan salawat kepada Rasulullah dan para Sahabat.

Di rakaat pertama, kami harus melafal kan niat salat tarawih dengan keras memakai mik. Salah sedikit bisa membuat marah Abah. Itu hal yang paling kami jauhi selama berada di pondok ini.

Ushally sunnatan tarawihy rakatainy jami’atanrrohimakumullah. Allahuma shally ‘ala Sayyidina Muhammad (tiga kali). Wa’ala ‘ali Sayyidina Muhammad.

Berbeda lagi dengan rakaat kedua. Rakaat kedua dan rakaat genap lainnya di sela-sela salat tarawih hanya memakai salawat saja.

Allahuma shally ‘ala Sayyidina Muhammad (tiga kali). Wa’ala ‘ali Sayyidina Muhammad.

Untuk rakaat ketiga dan ganjil seterusnya, kami memakai nama empat nama khalifah.

“Alkhalifatul ‘Ula (kalau nomor satu, Tsani untuk dua dan seterusnya sampai empat) amirul mu’minina sayyidina Aby Bakrinishshiddiq (kalau nomor satu, selanjutnya urut berdasarkan urutan khalifah yang empat).

Kami sering tertukar mengucapkan pasangan urutan. Seperti khalifah Umar di nomor empat, Abu bakar di urutan kedua. Atau bahkan kelewatan. Hal inilah yang membingungkan seluruh jam’iyah salat tarawih yang ada di mushala pondok yang kebanyakan ibu-ibu pengajian yang jumlahnya lebih dari lima puluh orang. Kami dimarahi karena mungkin saja membuat malu Abah sebagai pembina kami.

Dan yang paling ditunggu-tunggu dari salat sunnah yang terdiri dari dua puluh tiga rakaat (dua puluh rakaat tarawih, tiga rakaat witir) ini yaitu ketika bilal mengumandangkan, “Akhiruttarawihy jamiatarrahimakumullah”. Terus dilanjutkan salawat oleh bilal yang menandakan ini adalah salat tarawih terakhir di hari ini.

Selain itu, ada juga petugas yang cukup menguji hafalan kami di depan jam’iyah pondok pesantren yang kebanyakan berisi ibu-ibu yaitu pemimpin doa. Doanya ada dua kali. Sehabis salat witir rakaat ke dua puluh yang doanya sangat panjang sekali yang membuat kami biasanya gratul-gratul. Atau bahkan blank di tengah-tengah membaca doa. Hingga krik krik beberapa detik hingga ada teman sebelah kami ataupun abah sendiri yang membantu mengembalikan hafalan kami yang hilang begitu saja. Walaupun sebenarnya kami sudah berlatih sungguh-sungguh, kegugupan menghilangkan segala hafalan yang telah lancar betul.

Posisi terakhir sebagai trio duet di bulan ramadhan yaitu backing vocal. Tugas dari backing vocal yaitu mengulangi dengan keras suara takbir saat salat tarawih dari Abah. Hal ini dikarenakan agar Abah tidak perlu takbir keras-keras agar jamaah yang berjumlah lebih dari lima puluh orang ini bisa mendengar takbir untuk setiap gerakan-gerakan salat. Yang dibaca hanya dua buah saja, kalau tidak “Allahu Akbar”, ya “Rabbana walakalham.

Yang selalu membuatku was-was adalah ketika menjadi petugas ramadhan bagian bilal ataupun pemimpin doa. Tubuhku terasa gemetar dan jantungku berdetak sekencang-kencangnya, aku setiap sebelum ashar selalu tersibukkan untuk mengulang-ulang apa yang akan aku baca saat menjadi bilal nanti malam. Tanpa teks. Sehabis maghrib kecepatan detak jantungku mulai meningkat lebih cepat dan keringatpun keluar dari kulit bercucuran.

Saat tiba salat isya dan kemudian salat tarawih, inilah tempat pembuktian kami. Pembuktian usaha kami. Kalau saat bertugas gagal, maka usahanya kurang maksimal. Kami disuruh percaya diri, lancar, bacaanya jelas, yang pasti tidak boleh sampai lupa apa yang seharusnya di baca. Para jamaah tarawih menjadi momok menakutkan tersendiri bagi kami para santri.

Aku sadar, pondok ini mengajarkan  kami untuk hidup bermasyarakat. Kami dilatih untuk berbicara di depan umum. Berani mengemban amanah dari masyarakat. Para santri juga diajarkan agar lebih percaya diri saat berbicara didepan orang banyak. Kami harus mempersiapkan sebaik-baiknya jika kami diberi amanah oleh seseorang maupun dari masyarakat sekitar. Pondok ini mengajarkan kami bagaimana nanti kami akan terjun di dunia masyarakat.

Habis tadarus Al Quran setelah salat witir merupakan waktu paling senggang dan tidak ada kegiatana pondok lagi. inilah waktu santai dan beristirahat untuk para santri setelah panas-panasan menjadi trio duet nan mengurah tenaga dan membuat jantung bekerja keras.

Dari tangga pondok, gus pondok yang merupakan putra Abah tiba-tiba muncul dan mendatangi para santri-santri pondok termasuk aku yang sedang bersenda gurau di mushala pondok lantai dua. Berjalan bak top model tahun delapan puluhan. Rambutnya panjang lurus. Tubuhnya agak pendek. Sarungnya kedodoran. Kopyahnya seperti ingin jatuh ke belakang. Berkaos dengan gambar kepala anak punk yang rambutnya seperti gerigi gergaji. Hidungnya pesek seperti habis ditonjok berkali-kali.

Dengan santainya gus pondok duduk di antara kami dan mengutaraan ide gilanya. Dia mempunyai ide yang berbau jahil disaat kami sedang bersantai-santai. Kami diajak untuk menjahili para santri perempuan pondok sebelah. Pondok mereka tidak jauh dari pondok kami. Hanya beberapa meter saja dari pondok kami. Dan paling uniknya, kami menjahili santriwati pondok sebelah lewat lantai tiga pondok kami. Dan aku adalah orang yang pertama kali menyetujui ide gila ini, melempari pondok sebelah dengan petasan. Sepertinya perang dunia ketiga akan segera dimulai.

Rabu, 01 Agustus 2012

Hari pertama Ngaji di Pondok



Masjid begitu sesak. Penuh dengan anak-anak bersarung dan berkerudung. Aku tak menyangka kini aku benar-benar mondok. Kopyah, baju koko, sarung sudah aku pakai dan yang paling penting adalah kitab kuning yang dari tadi aku jinjing di tangan. Semua santri wajib mengikuti pembacaan kitab kuning oleh kyai di masjid pondok.

Masjid ini serasa sempit saat tujuh puluh orang santri dan santriwati mengikuti ngaji kitab di dalam masjid. Berwarna-warni warna sarung menghiasi lantai masjid.

Ini adalah hari pertama kalinya ngaji kitab di pondok ini setelah aku menjadi santri baru. Masjid ini bertingkat dua. Kami mengaji di lantai satu. Di kiri kanan ada dinding-dinding masjid yang bertuliskan sembilan puluh sembilan nama Allah. Tulisan kaligrafi nan elok berjajar dan menyambung tiada putusnya.

Santri putra berada di masjid bagian kanan sedangkan santri putri berada di sebelah kiri. Kami di hari pertama ini masih malu-malu. Dan mungkin saja hari ini adalah hari menyusun setrategi kebrutalan di hari kedua besok.

Selalu ada tegangan tinggi jika seorang laki-laki didekatkan dengan seorang anak perempuan. Apalagi ini tidak hanya berdua saja, tapi bertujuh puluh santri-santriwati. Dapat dibayangkan berapa volt lebih besar daya yang dihasilkan besok lusa atau kapanpun. Atau malah tidak ada yang berani untuk melakukan kebrutalan. Yang ada hanya suasana pondok yang adem ayem.

Suara merdu dari salah satu kyai pondok yang mengisi pembacaan kitab kuning kali ini membuat sebagian dari kami tidur dengan pulasnya. Kyai itu berkumis lebat yang sudah putih. Memakia sebuah kopyah putih di atas kepalanya. Memakai baju koko putih dan bersarung kotak-kotak berwarna hitam-hijau.

Masak anak muda ngantuk, sudah bukan zamannya lagi. Aku sebenarnya sangat ngantuk, apalagi tulisan arab gundul dari kitab kuningnya yang tidak begitu jelas dilihat. Banyak huruf-huruf yang cetakannya tidak jelas yang mendukung aku untuk merasakan rasa kantuk yang mendalam. Apalagi spasi antar kalimat-kalimat bertuliskan arab gundul juga kecil, sehingga aku harus memaknai miring dengan kesusahan. Tulisan bahasa jawa memakai huruf hijaiyah aku hias di sela-sela tulisan-tulisan bahasa arab yang masih kosong. Space yang sangat kecil. Susahnya minta ampun apabila tidak mampu menulis kecil sekecil semut.

Memaknai kitab kuning adalah petaka bagi semua orang yang tidak bisa menulis kecil-kecil. Ada saja sebagian dari santri yang hanya mendengarkan suara kyai namun tidak mencatatnya di kitab kuning. Yang paling parah adalah mereka yang tidur, sudah tidak mencatat juga tidak mendengarkan.

Mungkin diantara teman-teman lain, akulah tulisannya paling kecil. Entah mengapa, tetapi paling tidak aku sudah 6 tahun memaknai miring apalagi di kitab kuning. Bisa dibilang sudah teruji untuk menulis kecil-kecil sebesar semut. Bahkan bisa lebih kecil dari itu. Naluriku mengizinkan untuk menulis kecil. Kitab kuning adalah karya-karya ulama kuno yang masih relevan sampai sekarang. Kitab kuning adalah karya-karya ulama dahulu nan bersejarah. Mereka meniatkan mencari ilmu dengan keikhlasan yang tinggi. Mereka seperti haus akan ilmu pengetahuan hingga rela berkelana ke negara lain untuk mengobati dahaga ilmu pengetahuan itu.

Pernah aku ditegur Bapakku dan Ibuku, saat aku menulis tulisan latin yang sangat kecil sekali. Kecilnya minta ampun yang hampir tidak bisa dibaca oleh orang-orang yang kemampuan matanya tidak normal lagi.  Terkadang orang yang kemampuan matanya normal aja biasanya juga kesusahan untuk melihat tulisanku. Kalau perlu memakai kaca pembesar untuk membacanya.

Kitab kuning merupakan warisan leluhur islam yang sangat fenomenal. Kata Abah pondok, satu kitab untuk menyusunnya itu susah sekali. Membuat kitab kuning tidak hanya sekedar menulis begitu saja, tetapi kadar ibadah kita juga memengaruhi dari hasil kitab kuning itu sendiri. Baik ataupun buruknya.

Bagaimanapun usahanya seseorang untuk membuat kitab kuning, kalau Allah tidak mengizinkan pasti tidak akan tercipta kitab kuning yang bagus.

Teman disampingku sudah tidur pulas, dia bernama Reno. Dia berlinangkan air ludah di sekujur pipinya. Dia tidur dengan memegang sebuah pena dan kitab kuning masih terbuka. Reno tubuhnya sangat jangkung. Aku sebenarnya bisa dikatakan lumayan tinggi, tapi reno lebih tinggi melebihi aku. Dia tingginya 180 cm, sedangkan aku bertinggi 168 cm. Dia tingginya seperti para pemain sepakbola. Rambutnya hitam dan kulitnya berwarna sawo matang.

Ada juga anak yang tidur dengan mulut terbuka sangat lebar yang lebarnya tidak bisa diungkapkan. Tidak jarang juga ada satu anak yang mengusilin anak-anak yang tidur saat pembacaan kitab kuning. Memasukkan potongan kertas ke dalam mulut yang menganga besar tadi. Hingga anak itu gelagapan dan mengacaukan pembacaan kitab kuning. Tapi hal itu tidak di hiraukan oleh abah. Mungkin hal itu telah biasa sejak Abah mengajar para santri sejak 19 tahun lalu menggantikan posisi Bapak Beliau yang juga pendiri pondok ini.

Inilah awal kehidupan kami di Pondok yang akan berlangsung 3 tahun ke depan. Aku berniat untuk terus mondok sampai lulus madrasah aliyah nanti. Paling tidak aku bermimpi untuk menjadi kyai jika memang sehabis lulus nanti Bapak tidak mampu menyekolahkanku ke jenjang perkuliahan.

Sebenarnya di samping kanan kami adalah gerombolan santri-santri putri yang juga lesehan mengikuti pembacaan kitab kuning kali ini. Kami tidak bisa melihat wajah-wajah anak putri karena terhalang hijab berupa sebuah papan kayu yang tingginya 1,5 meter.

Jika saja tidak ada hijab, mungkin kami tidak akan fokus. Bisa saja kami saling curi-curi pandang kepada lawan jenis, karena memang itulah yang disebut kodrat Tuhan yang tidak bisa dihilangkan dan hanya bisa dicegah dengan adanya hijab. Kami hanya bisa melihat rok-rok ataupun sarung-sarung santri putri dari bawah hijab.

Nantinya, tidak jarang ada seorang yang melempar sebuah kertas ke salah satu kaki dari santri perempuan sehingga fokus mereka terpecah. Keusilan kami nanti akan lebih menjadi-jadi, aku hanya bisa tertawa dalam hati melihat santri-santri di sekitarku mengusilin santri laki-laki lain maupun menggodain santi perempuan.

Apakah pondok memang sebebas ini untuk melakukan sesuatu? Itulah pertanyaan yang muncul dari benakku. Mungkin aku bertanya balik kepada diriku, selama 3 tahun kedepan apakah seenak sekarang ataukah berat seberat apa yang aku belum tahu saat ini.

Baris demi baris aku lewati dengan memberikan goresan tinta ditiap sela cetakan hurup hijaiyah tanpa harokat. Tulisan arab gundul. Akhirnya berakhirlah jam mengaji setelah genap dua halaman kitab kuning. Disebut kitab kuning karena memang kertas yang digunakan adalah kertas berwarna kuning. Aku sampai saat ini belum tahu mengapa kertas yang digunakan berwarna kuning aneh, lagi pula tulisannya kecil-kecil tanpa harokat yang membuat kami, para santri-santriwati, kesulitan untuk memaknai miring dengan bahasa jawa dalam huruf hijaiyah.

Di akhir kami mengaji, kami diberi pesan oleh Abah.

“Santri-santri pondok baru, pesan abah untuk kalian semua. Carilah ilmu sebanyak mungkin di pondok ini. Istiqomahkan niat kalian untuk terus mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Begitu juga amalkanlah semua ilmu yang kalian dapatkan sekarang ke semua orang di sekitar kalian. Jangan menunggu setelah lulus baru kalian amalkan, tetapi amalkanlah sejak sekarang. Berat-ringannya selama mondok disini tergantung pada niat kalian. Seberat apapun saat mondok, tetap akan ada kemudahan diantara itu. Istiqomahlah dalam mengaji, walaupun kamu datang ke masjid ini lalu tidur. Insyaallah jika niatmu tulus untuk menuntut ilmu pasti tidurmu tadi dihitung sebagai amalan untuk menolongmu di hari kiamat kelak.”

Mengaji di malam ini telah usai, semua santri putra dan putri bergegas untuk kembali ke pondok masing-masing kecuali santri putra pondok depan yang memang masjid ini berada di halaman pondok mereka. Wajah-wajah yang kuyu ingin cepat tidur menghiasi kami semua. Sarung-sarung para santri seperti ingin lepas dari tempatnya. Kopyah hitam maupun putih sudah mulai condong ke kiri maupun kanan seperti menara pisa di negara italia. Kerudung para santriwati sudah tidak serapi saat berangkat.

Sandal-sandal begitu berserakan di bawah pintu masjid bagian kanan masjid. Disana ada tujuh puluh pasang sandal yang membentuk setengah lingkaran dengan lantai serambi masjid ini sebagai garis tengahnya. Warna-warninya sandal ini seperti mimpi kami, mimpi anak pondok yang mencari ilmu agama di pondok ini. Bermacam-macam cita-cita nantinya lahir dari pondok ini. Berbagai impian nantinya akan terwujud disini, pondok pesantren salaf.

Dalam keadaan mengantuk, ternyata masih ada kesempatan untuk mencuri-curi kesempatan melihat wajah-wajah di balik kerudung anak-anak santriwati yang dari tadi terhalang oleh hijab kayu. Dari dalam kaca masjid ada sebagian yang mengintip untuk melihat wajah-wajah cantik dari santri putri. Bersembunyi bak siput yang malu-malu saat disentuh. Mencari kesempatan langka bisa melihat wajah santri putri secara langsung. Mata kami langsung mentereng sesaat setelah melihat wajah-wajah cantik santri putri.

Ada juga sebagian yang masih bercakap-cakap di dalam masjid.  Selain itu ada juga yang mulai mengusilin santri-santri putri yang berjalan balik ke pondok putri dengan memanggil-manggil nama mereka.

Namun dari semua itu terlihat wajah-wajah cuek santri putri dan sebagian lagi tertawa-tawa kecil mendengar godaan dari santri putra yang dari tadi terus memanggil-manggil tanpa merasa malu.

“Plakkkkkkk.” Suara jidatku ditampar dengan sebuah telapak tangan yang datang tiba-tiba.

“Hayooo, merperhatikan siapa itu!” canda reno dengan logat memaksa agar aku memberitahunya.

“Ndak kok, Cuma iseng-iseng aja lihat santri putri.” Aku hanya bisa nyegir. Untung tidak sampai ketahuan Reno. Masak baru pertama kali lihat anak perempuan sudah ketahuan?

“Awas ya kalau ketahuan.” Reno menggunakan nada yang agak menyebalkan. Tidak enak didengar.

Para santri putri yang berkerudung sudah mulai habis, tidak jarang mereka membalas dengan mencuri pandang santri-santri putra yang ada di dalam masjid.